EKBIS

Meneladani Rasulullah Saw dalam Bisnis di Era Digital

Studi Kasus

Contoh nyata dari prinsip kejujuran dalam praktik modern dapat dilihat dari kisah pendiri perusahaan Tokopedia, William Tanuwijaya, yang menolak menjual produk ilegal atau tidak jelas asal-usulnya, meskipun berpotensi memberikan keuntungan besar. Ia menyatakan, “Membangun kepercayaan adalah investasi jangka panjang. Jika konsumen merasa tertipu, maka platform ini akan runtuh.”

Amanah di Tengah Godaan Cuanki (Cuan Kilat)

Di era modern, banyak pengusaha tergoda dengan praktik bisnis instan yang berfokus pada keuntungan cepat. Namun, Rasulullah menekankan prinsip amanah dan keadilan dalam setiap transaksi. Harga tidak dimanipulasi, karyawan tidak dieksploitasi, dan pembeli diperlakukan dengan hormat.

Amanah berarti dapat dipercaya—tidak mengurangi atau melebihkan sesuatu dari yang seharusnya dan telah disepakati. Sebagai pebisnis, sikap amanah adalah cerminan dari tanggung jawab moral kepada pelanggan dan mitra. Nabi Muhammad SAW selalu menjaga kepercayaan dari para investor dan pelanggan, memberikan hak mereka secara utuh, dan menjauhi pengkhianatan.

Dalam dunia bisnis, nilai amanah setara pentingnya dengan siddiq. Tanpa amanah, relasi jangka panjang dengan pelanggan dan mitra tidak akan bertahan. Jika Rasulullah menjalankan bisnis modern, bisa jadi beliau lebih fokus membangun customer loyalty, komunitas yang kuat, dan keberlanjutan jangka panjang daripada sekadar viral di media sosial.

Kutipan Tokoh Modern

Prof. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan peraih Nobel Perdamaian, menyatakan, “Bisnis harus melayani manusia, bukan sebaliknya. Jika kita menjalankan bisnis tanpa etika, kita menciptakan ketidakadilan baru.” Kutipan ini menegaskan bahwa nilai amanah dan tanggung jawab sosial adalah bagian dari fondasi ekonomi yang berkelanjutan.

Anti Riba dan Spekulasi: Prinsip yang Terlupakan

Rasulullah Saw melarang praktik riba, gharar (transaksi tidak jelas), dan maysir (perjudian/spekulasi). Ini bukan hanya persoalan halal-haram, tetapi juga strategi pencegahan krisis ekonomi dan perlindungan terhadap pihak yang lebih lemah dalam transaksi.

Di zaman sekarang, prinsip ini bisa diwujudkan dalam bentuk:

  • Transparansi akad dan syarat-syarat transaksi
  • Tidak menjual produk ilegal atau tanpa sertifikasi halal
  • Tidak menggunakan skema cicilan berbunga tinggi yang menjerat konsumen

Seorang pebisnis juga harus memiliki sifat fathanah (cerdas). Artinya, ia harus mampu memahami bisnis secara utuh, memiliki kreativitas dan inovasi, serta dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Pebisnis yang cerdas tidak sekadar mengejar keuntungan, tapi juga mampu menyeimbangkan nilai ekonomi dan sosial.

Lebih dari itu, prinsip kehati-hatian dalam mengambil risiko (prudential) juga menjadi dasar dalam keputusan bisnis, agar bisnis tidak terjebak dalam ketidakpastian yang merugikan banyak pihak.

Bisnis Syariah Bukan Cuma Label, Tapi Sistem

Saat ini, banyak bisnis mengaku “syariah” hanya untuk kepentingan branding. Padahal bisnis syariah bukan sekadar label, melainkan sistem yang adil, inklusif, dan bermanfaat bagi seluruh ekosistem ekonomi.

Contoh implementasi sistem bisnis syariah masa kini antara lain:

  • Startup berbasis wakaf produktif
  • Fintech syariah yang bebas riba
  • Marketplace khusus produk halal dan UMKM lokal
Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button