TELADAN

Meneladani Sang Khalifah yang Zuhud

Dan,perlu diketahui, Umar wafat dalam usia belia, 37 tahun, bukan di Istana Negara, tetapi di tempat ia berkhidmat untuk lebih dekat dengan rakyatnya, di kota kecil Darus Siman (Aleppo) dekat Hims.

Sebagai seorang pejabat nomor satu di negerinya, Umar dikenal sebagai pejabat ‘anti hadiah’. Hal ini pernah dibuktikan oleh kerabat dekatnya dan orang-orang yang ada dalam lingkaran kekuasaannya.

Suatu hari ada seseorang yang berkeinginan untuk menghadiahkan sekeranjang buah apel kepadanya, dan secara spontan, Umar pun menolaknya. Namun orang tersebut berusaha untuk merayunya, dengan menyebut contoh konkretnya, bahwa Nabi Muhammad saw pernah diberi hadiah oleh seseorang dan beliaupun mau menerimanya.

Namun- kata Umar-,”Memang hadiah itu pantas untuk Nabi Saw tetapi tidak pantas untukku”. Oleh karenanya, ia tegaskan kepada pemberi hadiah tersebut: “Bagiku itu namanya suap”. Dan, oleh karenanya, “bawalah pulang hadiah itu”. Dengan maksud agar dirinya tidak terpengaruh oleh hadiah itu ketika mengambil kebijakan apa pun (sebagai seorang Kepala Negara), kapan pun dimana pun dan untuk siapa pun.

Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat hanya tiga tahun (99-102 H/ 818-820 M), rakyatnya terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterahkan rakyatnya. Kemakmuran dan keadilan benar-benar dapat dirasakan oleh rakyatnya, sehingga untuk mendistribusikan zakat sangat sulit menemukan _mustahiq_nya. Dan, walaupun semua pegawai dan pengeluaran rutin telah dibayarkan semuanya, tetapi uang di Baitul Mal masih cukup banyak.

Meski rakyatnya makmur, seperti halnya kakeknya (Umar bin al-Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul Aziz tetap hidup sederhana, jujur dan zuhud.

Inilah contoh seorang pemimpin yang perlu diteladani oleh kita semua, orientasi kepemimpinannya hanyalah untuk mencari ridha Allah SWT bukan menumpuk harta demi kesenangan duniawi.

Kisah-kisah mengenai sikap dan kebijakan Sang Khalifah yang zuhud ini, menjadikan diri kita semakin rindu terhadap kehadirannya di tengah-tengah kita. Di tengah-tengah keramaian orang-orang yang selalu mempromosikan dirinya sebagai orang “paling layak” sebagai calon pemimpin di setiap perhelatan pemilihan calon pemimpin. Kita selalu merindukan “sikap dan kebijakan ala Umar bin Abdul Aziz” pada suatu saat menjadi sebuah kenyataan di negeri kita tercinta ini. Sebuah sikap dan kebijakan yang menjanjikan terciptanya good governance and clean government.

Rakyat sangat merindukan munculnya seorang pemimpin, baik tingkat daerah maupun nasional, yang kezuhudan dan kejujurannya tidak jauh dengan Umar bin Abdul Aziz ini. Pemimpin yang siap berkhidmat melayani umat. Bukan pemimpin yang minta dilayani umat. Pemimpin yang siap melindungi akidah umat, bukan pemimpin yang memurtadkan umat.

Pertanyaannya sekarang, masih adakah Umar-Umar yang lain di negeri ini? Siapa, kapan dan dimana orang itu berada? Dan, adakah pemimpin di dunia saat ini seperti para Khalifah pada masa lalu yang mampu menyejahterahkan seluruh rakyatnya tanpa kecuali?

Adakah pula negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis-juga sosialis-saat ini seperti sistem khilafah pada masa lalu yang mampu meratakan kesejahteraan kepada semua warganya tanpa seorang pun yang miskin? Tidak ada!

Jadi, masihkah kita ragu dengan sistem khilafah dan malah tetap percaya pada sistem kapitalisme-juga-sosialisme- yang nyata telah gagal menciptakan sekaligus meratakan kesejahteraan bagi umat manusia? Wal ‘iyadzu billah

Abd. Mukti, Pemerhati Kehidupan Beragama.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button