Mengapa Universitas Columbia Keluarkan Mahasiswa Pro-Palestina?
Hampir 80 mahasiswa telah dikenai sanksi, beberapa di antaranya dikeluarkan secara permanen, akibat aksi protes pro-Palestina di kampus.

Mengutip kesaksian dari sidang disipliner bulan Juli, kelompok itu menegaskan:
“Setiap universitas di Gaza telah dihancurkan. Ratusan akademisi terbunuh. Buku dan arsip dibakar. Seluruh keluarga dihapus dari catatan sipil. Ini bukan perang. Ini adalah kampanye pemusnahan.”
“Kami tidak akan mundur. Kami berkomitmen pada perjuangan pembebasan Palestina,” tegas mahasiswa.
Mengapa Trump menindak universitas?
Protes anti-perang terhadap invasi Israel ke Gaza, yang menyebar ke kampus-kampus AS dari Columbia, UCLA hingga Harvard, tahun lalu telah dibandingkan dengan era protes anti-perang Vietnam, ketika aktivisme mahasiswa secara langsung menantang kebijakan luar negeri AS.
Trump memanfaatkan situasi ini dengan menggambarkan mahasiswa sebagai bagian dari pemberontakan kiri yang antisemit, lalu menindak universitas, khususnya institusi “elite”.
Pemerintah beralasan bahwa universitas gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari pelecehan dan kekerasan selama demonstrasi, dengan mengutip insiden di kamp protes dan yel-yel yang dianggap antisemit.
Sejak awal 2025, pemerintahan Trump telah menargetkan lebih dari 50 universitas, termasuk Columbia, dengan penyelidikan oleh Office for Civil Rights Departemen Pendidikan.
Langkah ini dibarengi perintah eksekutif seperti pembekuan miliaran dolar hibah penelitian federal serta ancaman pencabutan status bebas pajak atau akreditasi, seperti yang dialami Harvard dan Columbia.
Penolakan Harvard terhadap audit “penangkapan ideologis” membuat miliaran dolar dana federal dibekukan. Pemerintah juga mengancam melarang mahasiswa internasional di Harvard dengan dalih “keamanan nasional” dan tingginya angka kejahatan kampus, yang menunjukkan cengkeraman Gedung Putih atas universitas-universitas tersebut.
Harvard menggugat pemerintah dan berhasil mendapatkan blokir sementara dari hakim federal terhadap perintah pelarangan mahasiswa internasional.
Kebijakan pemerintahan Trump ini juga mencerminkan penolakannya terhadap bias liberal di pendidikan tinggi, dengan tujuan membongkar budaya “woke” dan mempromosikan nilai-nilai konservatif. Program keragaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) di kampus dan tempat kerja juga diserang karena dianggap memecah belah dan menciptakan “diskriminasi terbalik.” []
Nuim Hidayat
Sumber: AL JAZEERA