Mengenal Sosok Prabowo dari Guru Ngajinya
Belum lama ini beredar luas di media sosial artikel lama kami (Suara Islam) tentang wawancara Ustaz Sambo yang memiliki pengalaman mengajar ngaji calon Presiden RI Prabowo Subianto.
Karena itulah kami merasa perlu memperbaharui artikel tersebut dengan kembali menemui Ustaz Sambo yang kebetulan selama ini sering mengikuti kegiatan Prabowo.
Sejak beberapa tahun lalu, sikap Prabowo terhadap kawan lamanya tak pernah berubah, selalu mengakui dan menyebut namanya. Salah satunya Ustaz Sambo. Dalam beberapa kesempatan di hadapan publik, Prabowo suka memperkenalkan Ustaz Sambo, guru ngajinya. “Ini guru saya, walaupun aku gak lulus-lulus,” ujarnya sambil tersenyum.
Sikap “mengakui” itulah yang membuat Sambo tidak pernah bisa melupakan sosok yang saat ini kembali menjadi calon presiden Indonesia.
Kekaguman Sambo, walaupun sudah berpangkat tinggi dan berumur, Prabowo tidak malu untuk belajar mengaji secara rutin. Prabowo belajar ngaji sekitar tahun 1998-1999. Prabowo menerima ketika sang guru Sambo menegur dari setiap bacaan Alqurannya yang salah. Padahal Sambo saat itu usianya jauh lebih muda, 29 tahun.
Untuk mengetahui kisah bagaimana sang calon presiden itu belajar mengaji, Suara Islam menemui mantan guru Prabowo tersebut. Nama lengkapnya Ustaz Ansufri Idrus Sambo, penggagas manajemen shalat khusyu sekaligus pimpinan Pondok Pesanten Hilal di Bogor.
Sambo sebenarnya adalah insinyur pertanian jurusan Matematika, lulusan Institut Pertanian Bogor. Selain menggali ilmu di IPB, lelaki kelahiran Medan 20 November 1970 ini juga tertarik mendalami Islam. Selama dua tahun ia mondok di Pesantren Ulil Albab Ibnu Khaldun Bogor, pimpinan KH Didin Hafihuddin. Setelah lulus dari pesantren, Sambo berkesempatan pergi ke Jordania, untuk menimba ilmu bahasa arab dan ilmu tafsir. Ia pun menunaikan haji pada tahun 1999.
Berikut petikan wawancara Suara Islam dengan Ustaz Sambo:
Bagaimana awal perkenalan Anda dengan Prabowo?
Waktu muda dulu saya aktif di KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Islam Dunia) pimpinan Ahmad Sumargono (alm) termasuk juga BKsPPI, Dewan Dakwah, bergabung dengan kegiatan-kegiatan organisasi itu. Nah beberapa kali kita ikut kegiatan yang dihadiri oleh Prabowo saat menjadi Danjen Kopassus. Misalnya, pada awal 1998 saat ada acara buka puasa bersama di Markas Kopassus Cijantung Jakarta Timur. Waktu ada Rhoma Irama, Din Syamsudin, Ketua MUI, Menteri Agama Said Agil Munawar dan lainnya.
Apa yang disampaikan Prabowo ketika itu?
Yang saya ingat ketika itu, Pertama, Prabowo mengatakan bahwa umat Islam adalah mayoritas di negeri ini, kalo umat Islam kuat maka Indonesia akan kuat sebaliknya jika umat Islam lemah maka Indonesia akan lemah. Kedua, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) adalah bagian dari umat Islam bahkan Jendral Sudirman tokoh Islam dari ABRI, maka tidak bisa umat Islam dipisahkan dari ABRI. Pejuang kemerdekaan adalah umat Islam, bahkan kalimat yang cukup menggetarkan kita semua ialah saat Prabowo mengatakan seandainya ABRI benturan dengan umat Islam maka ia akan lepaskan jabatannya. Kalimat itu disambut dengan pekikan takbir, sangat dahsyat suasana saat itu, ABRI dan umat Islam bersatu. Yang ketiga, negeri ini harus proporsional, misalkan jika bawahannya 80 persen orang Islam ya jabatannya harus 80 persen buat Muslim. Jadi tidak bisa diserang jika ia dekat dengan umat Islam akan menzalimi minoritas, tidak. Yang mayoritas ia bela yang minoritas ia hormati, itu fair, itu logic dan adil sesuai asas proporsional. Tiga itulah yang saya ingat ketika itu. Setelah itu berlanjutlah pertemuan beberapa kali dengan Prabowo diajak Pak Margono juga.
Bagaimana kisah belajar mengaji?
Setelah diberhentikan secara hormat, Prabowo hijrah ke Jordan bersama 2 atau 3 ajudannya. Ternyata saya pun September 98 itu ke Jordan juga dalam rangka sekolah. Namun sampai disana saya tidak jadi sekolah, dan saya juga tidak mau pulang, masa saya sudah di Jordan saya pulang, tekad saya sudah disana harus haji minimal. Singkat cerita, saya ketemu orang Indonesia yaitu Taufik Ridho (alm), yang kemudian hari dikenal sebagai Sekjen PKS, saya numpang di rumah beliau. Setelah itu ternyata Bang Margono berkunjung ke Jordan menemui Prabowo, lalu saya dikontak untuk menemui Bang Margono dengan beberapa kawan di salah satu hotel di Jordan, ternyata di pertemuan itu ada Prabowo, nah disitu awal pertemuannya.
Sebelum selesai pertemuan, Bang Margono berpesan ke Mas Bowo untuk manfaatkan waktu sebaik-baiknya di Jordan, belajarlah bahasa arab, belajar agama, karena suatu saat pasti berguna. “Nanti kalau bisa mas pulang ke Indonesia sudah jago bahasa arabnya. Mas Bowo tidak bisa dipisahkan dengan umat Islam, oleh karena itu belajar disini, nah disini ada teman kita Ustaz Sambo,” kata Margono. Itulah sejarah mengapa belajar bahasa arab, wawasan Islam dan ngaji itu atas usulan Bang Margono.
Setelah pisah baru akhirnya kita rancang pertemuan, kadang seminggu sekali kadang dua minggu sekali. Pertemuannya sekitar 3 jam, setengah jam ngaji sisanya ngobrol. Dalam pengajian-pengajian itu niatnya sebenarnya belajar bahasa arab kedua wawasan Islam, namun saya bilang kalau belajar bahasa arab bagus harus tahu huruf-huruf arab, huruf-huruf Alquran dulu, gak bisa langsung, kalau percakapan sedikit-sedikit gak apa-apa, sehingga akhirnya belajar ngaji dulu.
Waktu itu belajar baca Iqra walaupun belum sampai Alquran, tapi sudah bisa kalimat sambung. Belajar ngajinya sekitar 8 bulanan, kira-kira sampai 20 kali pertemuan dan itu intens.
Yang cukup menarik itu, kalau ada orang bilang dia keras itu tuh enggak juga. Beliau itu penurut, kalau salah ya salah, salah harus ulang. Dia sudah mau belajar saat sudah tua, sudah berumur, kan itu berat. Selain itu, dia orangnya rendah hati, dia tidak malu belajar dengan saya. Ia juga orangnya komitmen dan terus terang, dia bilang gak bisa ya gak bisa, kalau bisa ya bisa. Orangnya tidak malu untuk belajar dan mau menghargai orang lain, dia juga orangnya setia kawan.
Anda sejak momen pemilu 2014 lalu sudah sering mengikuti kegiatan Prabowo, sejak saat itu hingga saat ini apa ada kesan baru?
Kalau saya melihat beliau banyak perubahan, sekarang lebih wise dan lebih bisa mengendalikan emosi, kalau dulu lebih banyak serius sekarang suka bercanda juga, lebih terbuka dan lebih segar.
Anda melihat dinamika Pilpres sekarang seperti apa?
Pilpres saat ini berbeda dengan 2014 lalu, saat itu Prabowo dan Jokowi sama-sama pesaing dan kualitas Jokowi kita tidak tahu pada waktu itu. Kalau sekarang kita sudah tahu bagaimana mereka memerintah, bagaimana sikap mereka terhadap umat Islam yang cukup represif, ulama dikriminalisasi dan menurut saya umat Islam saat ini lebih tertekan. Itulah kenapa misalnya muncul momen 212, karena gak mungkin terjadi peristiwa 411 dan 212 kalau mereka berpihak kepada umat Islam. Dengan kondisi tersebut akhirnya gelombang perjuangan umat Islam semakin besar, yang tadinya tuntutan hanya meminta keadilan hukum terhadap Ahok yang sangat dibackup oleh rezim akhirnya berkembang dan tidak hanya urusan itu. Jadi kita berpikir kalau rezim ini dilanjutkan, imbasnya tidak hanya untuk rakyat secara keseluruhan juga untuk umat Islam termasuk generasi selanjutnya, ini bahaya. Makanya disaat adanya gelombang 212, kemudian muncul juga gerakan ganti presiden. Dan kebetulan adanya gelombang yang sudah besar ini berbarengan dengan momen pencalonan Prabowo untuk maju dalam Pilpres. Jadi sekarang semangat 2019 ganti presiden menjadi upaya memenangkan Prabowo-Sandi, karena ini jalur yang konstitusional. Dan dukungan terhadap upaya memenangkan Prabowo Sandi semakin luas.
Saat ini perhatian ulama semakin besar dalam urusan politik, bagaimana menurut Anda?
Gerakan ulama sama seperti gerakan 212, dan sepertinya kalau rezim ini dibiarkan tidak baik kedepannya bagi umat Islam walaupun ditutup-tupi dengan pencitraan, menganggap dekat dengan Islam kemudian mengambil ulama sebagai wakilnya saya kira itu hanya kamuflase. Orang itu melihat karena track recordnya, bagaimana track record perlakuan mereka terhadap ulama. Sementara para ulama bersatu dengan umat memiliki semangat yang sama yaitu semangat perubahan, dan kebetulan Prabowo juga sebagai calon yang maju melawan petahana jadi akhirnya bersinergi saling mendukung dengan kepentingan yang sama.
Prabowo kepentingannya untuk menyelamatkan negeri, nasionalismenya tinggi dan itu tidak perlu diragukan lagi. Sementara Ulama juga sama kepentingannya, selain ingin kebaikan untuk negeri juga ingin menyelamatkan umat dan agama, sehingga bersinergi saling menguatkan. Dan bagi prabowo meski didukung mayoritas umat Islam tetap ia berkomitmen untuk melindungi minoritas, dia tidak ada track record bermasalah dengan minoritas.
Dalam beberapa kesempatan Prabowo mengakui sosoknya tidak menguasai ilmu agama, bukan berasal dari santri, bahkan mengakui sebagai “Islam abangan”, bagaimana pendapat anda?
Saya kira Prabowo ini apa adanya, gak suka menutup-nutupi, kalau dia gak bisa bilang gak bisa. Prabowo itu bilangnya pejuang politik bukan politisi, kalau politisi itu suka pencitraan. Kadang dia suka mengaku sebagai Islam abangan bukan dari kalangan pesantren dan keluarganya pun tidak semua muslim. Dia fair aja, apa adanya dan ia mengakui itu. Dan menurut saya itu bagus, orang yang mengakui kelemahan itu bagus, tapi juga dengan kekurangan itu jangan dikatakan dia tidak Islam, dia punya track record yang baik bersama umat Islam khususnya dengan para ulama, dan itu sudah sejak lama. Kita semua ibarat bangunan, satu sama lain saling menguatkan, besar kecil semua punya kontribusi, tidak boleh ada yang merasa paling hebat.
Prabowo memang bukan ulama, tapi bukan berarti dia tidak punya kontribusi terhadap umat Islam, dulu istilah ijo royo-royo itu siapa motornya, ketika tidak ada yang berani melawan Benny Moerdani, di tentara tidak ada yang berani kecuali dia. Makanya di tentara dia cukup dihargai sebagai tentara yang Islami walaupun agamanya kurang dan itu diakui oleh teman-temannya sendiri, dia berani pasang badan. Jadi jangan berfikir seorang pejuang Islam itu harus ulama, sekecil apapun itu tetap punya kontribusi terhadap umat. Dan Prabowo punya track record tidak pernah bersinggungan dengan umat.
Waktu dia ceramah di Mako kopassus, kalau terjadi persinggungan ABRI dan umat Islam dia akan lepasakan jabatannya. Itu menunjukkan keberpihakannya terhadap umat Islam. Dia orangnya fair dan proporsional, dia selalu mengatakan kalau umat Islam kuat maka negara akan kuat dan sebaliknya kalau umat Islam lemah maka negara juga akan lemah. Jadi yang jelas, dengan segala kekurangannya dia cukup dekat dengan umat Islam.
Beberapa waktu lalu, disaat memutuskan cawapres, ia sudah berusaha mendekati rekomendasi ulama yaitu Ustaz Abdul Somad (UAS) walaupun akhirnya UAS tidak mau, kemudian ulama berharap wakilnya dia tetap dari kalangan ulama, namun ia ambil keputusan lain. Saat Sandiaga Uno sudah diputuskan, dia bilang, kalau keputusan saya didukung ulama saya sangat senang berterima kasih dan memang berharap itu, tetapi kalau seandainyapun tidak, saya tetap berjuang untuk rakyat dan umat Islam. Saya tidak mungkin menghianati agama yang saya anut. Itu jawaban Prabowo, bagus sekali, saya merasa lega mendengarnya.
Dari dinamika yang ada sekarang ini, apa yang akan Anda sampaikan kepada umat dalam menghadapi Pilpres 2019 nanti?
Pertama, Prabowo ini orangnya punya konsep dan strategi bagaimana memperbaiki serta membangun negeri. Dia juga punya kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan itu. Prabowo juga orangnya sangat konstitusional, itulah kenapa dia bangun partai dan ikut pemilu. Dia bilang kekuasaan harus diraih dengan cara yang benar. Jadi dengan kecerdasannya, kemampuannya, keberaniannya dan kemauannya insyaallah negara ini akan bangkit dan maju serta dihargai negeri lain jika dia memimpin.
Kedua, Prabowo ini sangat cinta kepada negeri, melalui kepemimpinan dia ingin mengabdi. Selagi masih remaja dia sudah mempertaruhkan nyawanya untuk negeri. Dan biasanya kalau orang berkuasa itu untuk harta tahta dan wanita, tetapi kalau dia saya melihat tidak. Dia sudah selesai dengan urusan harta, dia tidak mengagungkan popularitas karena orangnya apa adanya. Coba perhatikan, dia tidak melakukan perubahan dalam penampilannya menjadi milenial misalnya, dia apa adanya, lihat saja pakaiannya agak sedikit kaku, beda dengan Sandi. Dia tidak bisa dipoles, dia bukan cari ketenaran. Kemudian soal wanita, itu juga tidak. Dan dia juga dalam meraih kekuasaan tidak untuk dinasti keluarga, tidak ada rencana dia kekuasaan untuk tujuh turunan misalnya. Jadi kepemimpinan dia perjuangkan untuk kepentingan dan pengabdian kepada rakyat dan bangsa walaupun hati urusan Allah. Jadi saya kira ini waktunya yang tepat untuk beliau dan saya insyaallah akan mengawal dan memberikan masukan-masukan agar beliau selalu on the track.
Ketiga, Prabowo ini mandiri tidak bisa dikendalikan pihak lain. Dia orangnya pintar dan logic, kalau ada usulan bagus dia akan terima. Seorang pemimpin harus punya pendirian dan mandiri tidak bisa diintervensi pihak lain, karena kalau seorang pemimpin itu bisa dikendalikan lalu jadi boneka, itu bahaya.
Dari ketiga itu, dia layak menjadi presiden. Dalam agama kan dikatakan pilihlah sesuai dengan kemampuannya. Kalau suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya. Jadi dia punya kemampuan, kemauan, intelektualitas, keberanian, independen, strategi dan sebagainya. Jadi saya kira dia layak menjadi presiden.
Sudah cukuplah negeri kita terpuruk seperti sekarang ini, jangan sampai terpuruk lagi. Para ulama, orang pintar, dan orang berpemikiran jernih dan berhati bersih akan yakin ini yang benar dan akan mendukung dia.
Insyaallah sekarang waktunya, kita berjuang menjadikan negeri ini akan bangkit kembali dan disegani bangsa lain. Yang terakhir, mari kita niatkan memlih Prabowo Sandi ikhlas karena Allah bukan karena kepentingan dunia, niatkan untuk menyelamatkan negeri, menyelamatkan Islam dan umat Islam dan menyelematkan generasi kita selanjutnya. (*)