Mengidolakan Musuh Islam: Saatnya Umat Sadar Sejarah

Ketika seorang tokoh penting di negeri Muslim terbesar di dunia terang-terangan mengaku mengidolakan Mustafa Kemal Attaturk, sebagian umat mungkin menganggap ini biasa. Tapi di balik kekaguman itu, tersembunyi luka sejarah yang mendalam luka yang belum sembuh, karena umat belum sepenuhnya sadar siapa sebenarnya yang patut diteladani.
Attaturk: Antara Narasi Reformasi dan Fakta Penghapusan Syariat
Mustafa Kemal Attaturk dikenal oleh dunia Barat sebagai tokoh reformis. Namun, dalam sejarah umat Islam, ia adalah penghapus institusi politik Islam terakhir yang selama berabad-abad menyatukan umat dari Timur hingga Barat. Pada tahun 1924, ia secara resmi menghapus sistem pemerintahan yang berbasis syariat, menggantinya dengan sekularisme yang menjadi pijakan bagi hukum-hukum Barat.
Ia menutup sekolah-sekolah Islam, mengganti azan ke dalam bahasa Turki, dan menghapus identitas keislaman dari sendi-sendi kehidupan rakyat. Dalam waktu singkat, warisan besar peradaban Islam yang dulu dibangun dengan darah dan perjuangan umat dihancurkan dengan kebijakan yang dibungkus modernisasi.
Ketika sosok seperti Attaturk dijadikan inspirasi, ini menunjukkan “ada krisis identitas di tengah umat Islam”. Krisis yang tidak lagi bisa dibiarkan. Umat yang tercerabut dari sejarah dan peradabannya sendiri akan mudah terkagum pada mereka yang justru menyakiti agamanya.
Ini bukan hanya soal siapa yang dikagumi, tapi “soal paradigma berpikir”. Jika yang dijadikan teladan adalah mereka yang menjauhkan Islam dari kehidupan, maka jangan heran jika umat terus tercerai dan kehilangan arah.
Lalu Siapa yang Layak Dijadikan Panutan?
Dalam sejarah Islam, begitu banyak tokoh yang pantas dijadikan teladan karena mereka mengabdikan hidup untuk meninggikan nilai-nilai Islam:
- Rasulullah SAW, pembawa risalah dan pemimpin agung umat manusia.
- Para Khalifah Rasyidah, yang memimpin dengan keadilan dan keberanian.
- Salahuddin Al-Ayyubi, pembebas Baitul Maqdis.
- Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel yang dipuji dalam nubuwah Rasul.
Mereka bukan hanya pemimpin politik, tapi simbol perjuangan untuk memuliakan umat dan menjaga kehormatan Islam.
Mengidolakan tokoh yang secara terang menghancurkan tatanan Islam bukanlah bagian dari kemajuan, melainkan bentuk kehilangan arah.
Umat Islam tidak kekurangan figur inspiratif, kita hanya butuh membuka mata terhadap sejarah yang benar, bukan sejarah yang dikaburkan oleh kepentingan.
Kini saatnya umat membangun kembali kesadaran jati diri. Bukan dengan meniru sistem asing yang memisahkan agama dari kehidupan. Tapi dengan memahami dan mencintai nilai-nilai Islam yang pernah memimpin dunia.
Mari buka kembali lembaran sejarah dengan jujur. Teladani mereka yang memuliakan Islam, bukan mereka yang memadamkannya. Karena masa depan umat tidak terletak pada kekaguman semu, tapi pada kesadaran sejati bahwa Islam adalah solusi dan cahaya peradaban.[]
Selvi Sri Wahyuni M. Pd