Menikah, Siapa Takut?

Dalam Surah An Nur ayat 32 Allah SWT berfirman:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS An Nur: 32)
Menikah merupakan sunnah Nabi Saw dan merupakan syari’at dalam agama Islam. Pernikahan merupakan syari’at yang bermanfaat sebagai penghormatan terhadap manusia dan menghindarkan manusia dari perbuatan zina. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: النِّكَاحُ سُنَّتِيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Nabi Saw bersabda, “Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia tidak mengikuti jalanku.”
Surah An-Nur ayat 32 sebenarnya tidak memiliki asbabun nuzul sebagaimana ayat yang lain. Namun karena ayat ini berkaitan dengan ayat 33, kedua ayat ini turun didasari oleh kejadian zaman Rasulullah Saw yakni pelacuran para budak akibat perintah tuannya. Perbuatan itu bukan atas dasar kemauan mereka akan tetapi atas perintah para tuannya yang menguntungkan bagi si tuan sebab mendapatkan imbalan dari lelaki hidung belang. Oleh karena itu, pernikahan merupakan bentuk Rahmat Allah berupa memuliakan manusia agar terhindar dari perbuatan zina.
Pernikahan zaman dahulu dengan zaman sekarang tentu berbeda. Perbedaan ini tidak hanya berdasarkan zaman, tapi juga berdasarkan budaya, adat, dan kebiasaan setiap manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya perbedaan yang mencolok tentang pernikahan.
Istilah uang panai, uang dapur, pernikahan yang harus sesama suku, mitos tentang pernikahan suku A dilarang dengan suku B, anak pertama dilarang menikah dengan anak kesekian, perjodohan usia dini, dan lain-lain. Sisi yang menjadi sorotan saat pernikahan adalah masalah ekonomi. Bagaimana keluarga salah satu pihak meminta yang setara secara ekonomi atau bahkan di atasnya. Sehingga muncullah saling menuntut satu sama lain tatkala akan melangsungkan pernikahan.
Akibatnya, sebagian dari mereka lebih memilih untuk membujang dengan alasan belum memiliki kesiapan ekonomi, seperti rasa takut tidak bisa menafkahi dan membimbing anak serta istri. Ada juga yang memiliki ekonomi mapan, namun masih menanggung biaya hidup keluarga besarnya. Namun, adapula yang tak memandang ekonomi, mereka memilih menikah bahkan di usia yang tergolong muda dengan keimanan dan menghindari fitnah. Dengan permasalahan yang ada bagaimana pandangan Islam akan hal tersebut?
Ayat 32 surat An Nur memberikan kita pelajaran bahwa seseorang hendaknya menyegerakan menikah ketika mampu dan menganjurkan serta membantu seseorang yang belum melaksanakan pernikahan. Ayat ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak takut manikah hanya karena sebab kemiskinan karena Allah memberikan rezeki kepada hambanya yang berusaha.
Prof. Quraisy Syihab juga menjelaskan tentang janji Allah berupa tambahan rezeki yang diberikan kepada orang yang menikah. Namun, ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang menjadi wali atau orang tua laki-laki maupun perempuan untuk menilai kesiapan masing-masing anak mereka dalam pernikahan.
Imam Al-Qurtubi menjelaskan dalam tafsir Al-Qurtubi, permulaan ayat ini menggunakan lafadz amr atau perintah sebagaimana lafadz وَاَنْكِحُوا pada awal ayat yang memiliki arti nikahkanlah. Hal ini menunjukkan ayat ini ditujukan kepada orang tua atau wali seseorang bukan kepada seseorang yang akan menikah. Karena jika perintah kepada fulan makan lafadznya bukan وَاَنْكِحُوا melainkan وَانْكِحُوا (menikahlah).