Menjadikan Madrasah Ahlu Shuffah sebagai Model
Abu Hurairah, merupakan shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, sehingga yang belajar hadits dan mendapat sanad hadits akan menemui namanya yang mulia. Belum lagi nama-nama seperti Mush’ab bin Umair dan Hanzhalah, yang diingat karena heroisme dalam perang Uhudnya dan mereka berdua adalah syuhada perang Uhud ‘alumni’ Madrasah Ahlu Shuffah.
Tidak ketinggalan, nama Salman Al-Farisi merupakan shahabat Nabi mualaf dari Majusi-Persia yang paling bertanggung jawab terhadap majunya industri senjata militer umat Islam. Senjata mutakhir yang dimiliki umat Islam manjaniq dan dabbabah, itu adalah hasil dari design Salman karena Salman orang Persia yang senjata militernya sangat ditakuti di zamannya. Bahkan seringkali lebih unggul dari Romawi. Sebagian riwayat menyatakan bahwa manjaniq dan dabbabah mulai dipakai di Perang Thaif (bulan Syawal 8 Hijriyah), sebagian lagi menyatakan kalau sudah dipakai sejak Perang Khaibar melawan Yahudi (bulan Muharram 7 H). Atau ada juga nama Hudzaifah Ibnul Yaman, yang banyak meriwayatkan hadits tentang akhir zaman dan peperangan di masanya.
Perlu diketahui bahwa beliau adalah intelejen Rasulullah, seorang yang pemberani untuk memasuki barisan musuh serta pemegang rahasia Rasulullah. Semua nama-nama tadi tidak lain merupakan alumni Madrasah Ahlu Shuffah.
Sering kali dilupakan, Madrasah Ahlu Shuffah sangat menekankan kalau pengamalan Al-Qur’an dan Sunnah sewajibnya dibarengi setelah belajar. Maka dari itu, misalnya, ketika ada perintah Allah dan RasulNya tentang sabar, mereka akan sabar dan wajib mengamalkan (praktik) sabar, belajar dari kegetiran hidup dan kemiskinan, apalagi kebanyakan mereka memang orang-orang serba kekurangan, meski ada yang Ahlu Shuffah sebenarnya ia orang mampu tapi lebih memilih hidup demikian demi thalabul ilmi. Bertalaqqi dengan Rasulullah dan para shahabat yang lebih tinggi ilmunya.
Ketika ada ayat-ayat perintah Allah dan juga perintah Rasulullah yang mewajibkan mereka berangkat dakwah dan jihad, para ‘santri’ Ahlu Shuffah sangat terdepan. Mereka yang paling dulu menjawab seruan dakwah dan jihad meski itu sangat beresiko bagi mereka.
Mereka sadar, jika menaati Al-Qur’an apalagi sudah diperintahkan Rasulullah, ketika mereka mendapat suatu tugas sama nilai imbalannya dengan kebahagiaan hidup dunia-akhirat, serta berujung Surganya Allah yang kekal abadi.
Maka praktik-praktik dakwah, saling memberi dan berbagi, memanah, berkuda, berenang, membuat visi-misi peradaban Islam, pertolongan pertama pada orang yang sakit dan terluka, sampai keterampilan-keterampian penunjang berjuang fii sabilillah juga merupakan termasuk tarbiyah (pendidikan) dalam bidang pembinaan dan perencanaan peradaban. Tidak terkecuali untuk pendidikan generasi muda di zaman sekarang.
Muatan ‘kurikulum’ dan program harus mencakup yang melatih akal serta keterampilan generasi muda dalam menghadapi tantangan dakwah dan perjuangan Islam. Itu semua harus dilatih dan dijadikan kebiasaan, sebagaimana para Ahlu Shuffah dahulu kala.
Visi-misi peradaban Islam yang berjaya yang berkaca pada Ahlu Shuffah akan menemui hasilnya ketika generasi muda ummat Islam sudah siap secara ruh, akal dan keterampilan untuk membebaskan Baitul-Maqdis Palestina dan juga siap untuk futuhat Roma. Menjadi penopang sebuah peradaban wahyu. Insyaallah. Wallahu’alam.
Ilham Martasya’bana
Pimpinan Pesantren Tahfizh-Sirah Nabawiyah