Mensyariahkan Ekonomi Keluarga

Keluarga adalah institusi utama dalam kehidupan masyarakat. Keluarga yang bahagia dan sejahtera merupakan impian semua orang. Dalam pandangan Islam, kehidupan keluarga yang bahagia dan sejahtera harus selaras dengan ajaran agama (Syariah), termasuk dalam aspek ekonomi. Islam mengajarkan bahwa ekonomi keluarga harus dijalani dengan berlandaskan pada nilai-nilai syariah.
Salah satu cara mengimplementasikan syariah dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menjaga ekonomi keluarga agar sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini merupakan bagian dari menjaga keluarga. “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..” (QS. At-Tahrim: 6).
Oleh karena itu, mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam kehidupan keluarga menjadi langkah yang sangat penting. Ini tidak hanya bertujuan untuk mencapai kesejahteraan materi, tetapi juga untuk melindungi keluarga dari hal-hal yang merusak kehidupan keluarga serta untuk mencapai kesejahteraan spiritual. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mensyariahkan ekonomi keluarga diantaranya sebagai berikut:
Langkah pertama adalah pedoman hidup yang harus diikuti oleh setiap umat Islam, termasuk dalam aspek ekonomi. Syariah mencakup seluruh aspek kehidupan, tidak hanya dalam ibadah ritual tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari (muamalah), termasuk masalah ekonomi. Menyadari bahwa segala sesuatu dalam hidup ini, termasuk mencari rezeki, mengelola dan menggunakannya harus sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam Islam, hal ini akan membawa keluarga kepada kehidupan yang diberkahi.
Langkah kedua adalah menjaga penghasilan dari sumber yang haram. Islam dengan tegas melarang segala bentuk penghasilan yang diperoleh melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan syariah, seperti riba, judi, gharar (ketidakpastian dalam transaksi), dan zalim (ketidakadilan). Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa pekerjaan atau bisnis yang dijalani keluarga tidak melibatkan aktivitas yang haram atau dilarang dalam Islam. Misalnya, menjauhi berbuat korupsi, menghindari berinvestasi di lembaga yang menerapkan riba atau terlibat dalam praktik bisnis yang melibatkan perjudian atau aktivitas buruk (maksiat) yang merugikan diri sendiri juga orang lain. Menjaga penghasilan dari sumber yang halal akan memberi keluarga ketenangan batin dan meminimalkan kemungkinan timbulnya permasalahan dalam keluarga.
Langkah ketiga adalah memastikan bahwa segala kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, minuman, pakaian, dan barang-barang lainnya, berasal dari sumber yang halal. Makanan dan minuman yang dikonsumsi harus dipastikan tidak mengandung unsur haram, seperti bahan-bahan yang terlarang, najis atau hewan yang tidak disembelih sesuai tuntunan syariah. Pakaian yang dikenakan juga harus sesuai dengan ajaran Islam. Membiasakan diri untuk selalu memastikan kehalalan barang-barang yang digunakan adalah bagian dari ketaatan dan akan membentuk kehidupan keluarga yang berkah.
Langkah keempat adalah dengan membiasakan memberi dalam bentuk zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Islam mengajarkan pentingnya memberi kepada sesama, terutama kepada yang membutuhkan. Memberi adalah bagian dari ibadah, baik yang sifatnya wajib atau sunah. Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah mencapai nisab dan haul, sedangkan infaq, sedekah dan wakaf adalah bentuk amal ibadah sunah yang bisa diberikan kapan saja namun sangat dianjurkan, sesuai dengan kemampuan. Dengan membiasakan memberi, keluarga tidak hanya turut berkontribusi untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial, tetapi juga akan membantu menjaga hati dari sifat kikir dan egois, serta dapat mempererat ikatan sosial dan keharmonisan dalam masyarakat.
Langkah keenam adalah dengan membiasakan menabung untuk masa depan. Menabung tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi jangka pendek, tetapi juga untuk masa depan yang lebih besar, seperti biaya pendidikan anak, membeli rumah, kehidupan hari tua (masa pensiun) atau untuk melaksanakan ibadah haji. Islam menganjurkan umatnya untuk selalu merencanakan dan mempersiapkan masa depan dengan baik, termasuk dalam hal finansial. Menabung dengan tujuan yang jelas dan terencana akan menghindarkan keluarga dari ketergantungan pada utang yang kadangkala dalam praktik tidak sesuai dengan syariah dan banyak menimbulkan masalah seperti korban pinjaman online (pinjol) atau terlibat pada investasi bodong.
Langkah ketujuh adalah mendidik keluarga untuk hidup sederhana dan tidak boros. Islam mengajarkan pentingnya hidup dengan cara yang sederhana dan tidak berlebihan. Keluarga harus menghindari perilaku konsumtif yang kadangkala hanya untuk pamer kemewahan atau sekadar mengikuti tren. Mengajarkan anak-anak untuk hidup sederhana, mengelola pengeluaran dengan bijak, serta memprioritaskan kebutuhan yang benar-benar penting akan membantu keluarga menghindari sifat foya-foya dan boros dan juga akan menjauh dari berbagai masalah.
Bulan suci Ramadhan adalah momentum yang tepat untuk mensyariahkan ekonomi keluarga. Hal ini tentunya bukanlah hal yang sulit dilakukan jika keluarga memiliki niat yang kuat untuk memahami prinsip-prinsip syariah dan berusaha mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan hal tersebut keluarga dapat menciptakan kehidupan yang tidak hanya sejahtera secara materi dan spiritual, tetapi juga kehidupan yang penuh berkah dan mashlahat (hayatan tayyibah).
Hambari, M.A., Ph.D
Dosen Prodi Ekonomi Syariah, Sekolah Pascasarjana; Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Dakwah, Universitas Ibn Khaldun Bogor (UIKA).