Menuju Bank Syariah sebagai Nazhir Wakaf

Di akhir 2024 lalu, ada satu POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) yang sangat luar biasa dan perlu dimanfaatkan dengan baik bagi penguatan sektor perwakafan nasional, yaitu POJK No 26/2024 tentang Perluasan Kegiatan Usaha Perbankan, yang diterbitkan pada tanggal 10 Desember 2024.
Pada Pasal 70 ayat 1 POJK tersebut dikatakan bahwa baik bank syariah maupun BPR syariah, dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang, dan dapat menjadi pengelola wakaf, dan/atau menyalurkannya melalui pengelola wakaf sesuai dengan kehendak wakif (pemberi wakaf).
Pasal ini, yang diturunkan dari UU No 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), secara eksplisit memberikan kewenangan pada bank syariah untuk dapat memperluas kegiatan usahanya dengan menjadi nazhir wakaf.
Ini tentu satu hal yang patut disyukuri, karena bank syariah saat ini, harus diakui, adalah institusi keuangan syariah yang memiliki tata kelola yang paling baik, dan memiliki kemampuan fundraising yang paling tinggi. Hal ini dibuktikan dengan total asetnya yang mencapai angka Rp948,21 triliun, dimana jumlah dana pihak ketiga (DPK)-nya mencapai angka Rp737,39 triliun per Januari 2025.
Jika setiap tahun bank syariah ditargetkan bisa mengumpulkan wakaf uang 10 persen saja dari total DPK yang ada, maka akan terkumpul minimal Rp73 triliun dana wakaf. Angka ini akan terus meningkat seiring peningkatan aset dan DPK perbankan syariah.
Kita bersyukur bahwa keberadaan POJK ini membuat langkah menuju optimalisasi wakaf uang melalui perbankan syariah semakin mendekati kenyataan. Bahkan bisa jadi hal ini juga dapat menjadi jalan bagi pendirian bank wakaf secara khusus, sebagaimana janji kampanye Presiden Prabowo Subianto pada saat pilpres lalu.
Untuk itu, kita perlu mendorong langkah-langkah lanjutan yang progresif dan signifikan, sehingga keberadaan peraturan ini dapat memberikan manfaat yang optimal dalam pembangunan wakaf nasional. Paling tidak, ada empat manfaat yang akan dirasakan jika kebijakan bank syariah sebagai nazhir (pengelola) wakaf ini bisa segera diimplementasikan.
Pertama, tren pengumpulan wakaf uang diyakini akan mengalami lompatan luar biasa. Ini dikarenakan bank syariah akan mendapat insentif yang lebih besar dibandingkan dengan hanya menjadi LKS PWU (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang). Dengan menjadi LKS PWU, bank syariah hanya menyediakan rekening penampungan yang dimiliki oleh nazhir resmi yang ada. Hanya menambah DPK, tapi tidak bisa digunakan langsung untuk membiayai usaha masyarakat melalui skema pembiayaan yang dimilikinya.
Dengan menjadi nazhir, maka bank syariah akan leluasa dalam menghimpun wakaf uang, yang wakaf uang ini kemudian bisa digunakan langsung untuk membiayai usaha masyarakat. Sehingga, dana wakaf ini akan menjadi sumber dana yang murah, karena return on financing-nya bisa diatur dengan lebih kompetitif. Hal ini juga akan mengurangi beban kewajiban yang harus ditunaikan para pelaku usaha yang menjadi nasabah pembiayaan bank syariah sehingga mereka pun bisa lebih kompetitif di pasar. Intinya, ini adalah win-win solution bagi bank syariah dan nasabah pembiayaannya.
Kedua, kolaborasi antara bank syariah dengan nazhir wakaf eksisting, baik nazhir wakaf aset tetap seperti tanah wakaf, maupun nazhir wakaf uang yang telah lebih dulu ada, akan semakin kuat. Ini karena para nazhir eksisting dapat lebih fokus dalam memikirkan pengembangan usaha produktif di atas aset wakaf yang dikelolanya. Para nazhir eksisting dapat mengusulkan beragam proposal wakaf produktif kepada bank syariah, sehingga aset-aset wakaf yang ada bisa semakin memiliki nilai ekonomi yang semakin tinggi.
Jika tanah wakaf yang valuasinya mencapai dua ribu triliun itu bisa diproduktifkan setengahnya saja dengan bantuan investasi wakaf uang yang dikumpulkan oleh bank syariah, maka efek multipliernya terhadap perekonomian nasional akan sangat dahsyat.
Dampak multipliernya ini antara lain dapat dilihat dari kemampuan untuk membuka lapangan kerja, menyerap pengangguran, mengurangi kemiskinan dan bahkan berpotensi mendorong tercapainya target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Dengan demikian, kita tidak perlu khawatir kalau kebijakan bank syariah sebagai nazhir wakaf akan kontraproduktif dengan nazhir wakaf eksisting.