EKBIS

Menuju Bank Syariah sebagai Nazhir Wakaf

Ketiga, inovasi produk wakaf akan semakin meningkat. Ini adalah sebuah keniscayaan, dimana bank syariah akan semakin termotivasi mengembangkan inovasi produk wakaf yang kompetitif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Proyek-proyek bisnis yang bisa dibiayai dengan wakaf ini juga akan semakin bervariasi dengan nilai yang beragam, mulai dari skala usaha mikro hingga skala usaha besar (mega project).

Sebagai nazhir wakaf, bank syariah dapat memanfaatkan wakaf uang untuk memperkuat pembiayaan sektor-sektor strategis nasional, seperti ketahanan pangan, energi bersih dan ketahanan energi, dan bahkan bisa membiayai industri pertahanan, untuk menjamin keamanan kehidupan bangsa dan negara. Program Kota Wakaf yang digagas Kementerian Agama pun diyakini akan terakselerasi dengan baik melalui keterlibatan bank syariah sebagai nazhir wakaf.

Keempat, kebijakan bank syariah sebagai nazhir wakaf diyakini akan mengakselerasi edukasi dan literasi wakaf masyarakat. Ini adalah hal yang sangat penting karena literasi wakaf hari ini masih relatif rendah. Jika masyarakat semakin teredukasi dengan baik, maka hal tersebut dapat mendorong upaya realisasi potensi wakaf menjadi semakin besar. Kesenjangan antara potensi wakaf uang dengan realisasinya misalnya, akan dapat diminimalisir secara bertahap.

Dengan manfaat yang sedemikian luas ini, maka ada tiga hal yang harus segera ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan terkait.

Pertama, keluarnya POJK No 26/2024 ini harus segera ditindaklanjuti oleh Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia dan DPR. Kemenag, BWI dan DPR diharapkan segera menyusun langkah-langkah strategis yang cepat dan terkoordinasikan dengan baik. Idealnya adalah dengan melakukan amandemen UU Wakaf. Kalau pun tidak melalui amandemen, penulis mengusulkan pemerintah agar menerbitkan Perppu Wakaf.

Menurut penulis, Perppu ini sangat mungkin dikeluarkan mengingat telah ada unsur kedaruratannya, yaitu sinkronisasi dengan UU No 4/2023 dan penyelarasan dengan UU No 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Posisi keuangan sosial syariah dalam RPJPN tersebut sangat kuat. Penulis khawatir, jika UU Wakaf tidak diubah, maka pencapaian target pembangunan wakaf akan menjadi sulit dicapai. Ia bisa bergerak naik secara organik, tapi tidak akan progresif.

Penulis juga berharap agar DPR juga mengambil peran dalam konteks ini. Komisi 8 DPR harus memprioritaskan pembahasan UU wakaf ini di tahun ini. Sangat disayangkan, jika peluang yang sudah diberikan oleh UU No 4/2023 dan POJK No 26/2024, tidak dimanfaatkan dengan baik hanya karena alasan pertimbangan politis yang kurang substantif.

Karena itu, bola perubahan regulasi saat ini ada di tangan DPR, Kemenag, dan BWI. Semoga saja ketiga institusi ini bisa segera melakukan langkah konsolidatif, sehingga impian menjadikan wakaf sebagai salah satu mesin baru pertumbuhan ekonomi bisa segera direalisasikan.

Kedua, paralel dengan proses politik terkait regulasi UU perwakafan, penulis juga berharap OJK dapat mengakomodasi dua isu penting yang belum terakomodasi dalam POJK No 26/2024, yaitu isu terkait pencatatan keuangan dan tingkat kesehatan bank.

Ketika bank syariah menjadi nazhir wakaf sekaligus membuka rekening kenazhirannya pada saat yang sama, maka perlakuan secara akuntansi keuangannya harus dibuatkan aturan khusus, sehingga bank syariah tidak ragu untuk mengembangkan dirinya sebagai nazhir wakaf dan melakukan pengumpulan wakaf uang.

Kemudian terkait tingkat kesehatan bank, penulis berharap agar ada variabel tambahan dalam penilaian tingkat kesehatan bank dimana fungsi sosial masuk di dalamnya. Ini akan menjadi insentif yang sangat besar bagi bank syariah untuk memperluas kegiatan usahanya pada sektor perwakafan.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button