Menulis sebagai Jalan Jihad Santri
Para ulama dan santri berduyun-duyun mendalami berbagai ilmu lalu mengembangkannya di tengah masyarakat, sehingga masyarakat semakin cerdas dan sadar akan martabat dirinya sebagai bangsa yang sedang dijajah; karena itu, mereka mesti melakukan perlawanan sebagai sebuah jalan satu-satunya agar merdeka dan martabatnya tak diinjak-injak.
Salah satu warisan terpenting santri atau pesantren adalah tradisi menulis. Para Kiai pesantren rerata merupakan penulis kitab sebagai media pembelajaran sekaligus kaderisasi para pejuang dakwah Islam pada eranya.
Hampir seluruh pendiri ormas Islam, terutama yang didirikan sebelum kemerdekaan adalah para penulis ulung.
Sebut saja KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, Ustadz Zam Zam, Ustadz Ahmad Hasan, KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, Pak Mohammad Natsir, KH. Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, Pak Mohammad Hatta dan tokoh-tokoh lainnya adalah sosok yang aktif menulis.
Begitu juga pendiri atau tokoh ormas Islam yang berdiri pasca kemerdekaan, semuanya rerata memiliki tradisi menulis yang kuat. Ya, kelak, setelah kemerdekaan pun generasi penerus mereka melakukan hal serupa.
Satu hal yang menarik dari tradisi menulis kala itu, bahwa mereka menulis bukan karena profesi, tapi sebagai jalan sekaligus media perjuangan.
Menulis bukan saja sebagai upaya menyebarkan berbagai ilmu dan hikmah tapi juga sebagai jalan juang atau jalan jihad: jihad literasi.
Melawan penjajah pun dilakukan dengan cara menulis berbagai jenis tulisan yang mengandung nilai edukasi dan perlawanan.
Sehingga senjata yang dipergunakan untuk melawan penjajah bukan saja bambu runcing dan serupanya tapi juga berbagai media seperti majalah dan buletin.
Kini, terutama di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih ini, santri tentu masih memiliki tugas yang sama yaitu mewarisi tradisi para pendahulu yaitu menulis.
Menulis adalah jalan jihad yang tidak bisa dianggap remeh, sebab keberadaan media massa, media online dan media sosial mesti diisi oleh konten yang bermutu dan bila perlu mengandung nilai-nilai keilmuan dan jihad yang mencerahkan masyarakat, bukan menimbulkan keresahan, kerusakan dan perpecahan.