Menyoal Subsidi Mobil Listrik
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan pemberian subsidi mobil listrik dimulai sejak 1 April 2023 (kompas.com, 20/03/2023). Subsidi berupa insentif PPN untuk mobil listrik yang berlaku hingga Desember 2023.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu, konsumen kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) yang memenuhi syarat, cukup membayar 1 persen dari 11 persen PPN yang seharusnya (oto.detik.com, 09/05/2023).
Tak hanya memberi insentif PPN, pemerintah bahkan menganggarkan mobil listrik untuk PNS. Tak tanggung-tanggung, nilainya nyaris mencapai Rp1 miliar per orang. Tepatnya, per unit mobil listrik senilai Rp966 juta PNS eselon I dan Rp746 juta eselon II. Adapun untuk motor listrik dianggarkan Rp28 juta per unit. Sedangkan untuk kendaraan listrik operasional kantor dipatok Rp430 juta per unit. Alokasi itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024 (cnnindonesia.com, 12/05/2023).
Fantastis. Dan yang lebih mencengangkan, selain pengadaan yang dianggarkan, ada juga anggaran perawatan tahunan kendaraan listrik PNS. Luar biasa!
Subsidi Salah Sasaran
Keputusan pemerintah untuk memberikan subsidi mobil listrik menuai kritikan dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Menurut Anies, subsidi mobil listrik tidak serta merta menyelesaikan masalah polusi udara dan berpotensi menambah kemacetan. Anies menilai subsidi itu tidak tepat sasaran karena diberikan kepada orang yang mampu (republika.co.id, 10/05/2023).
Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, juga mengkritik kebijakan pemerintah ini. Menurut Gobel, seharusnya prioritas subsidi untuk masyarakat yang mendesak untuk dibantu seperti petani dan nelayan. Ia juga menilai subsidi mobil listrik ini hanya akan dinikmati kalangan menengah ke atas (kompas.com, 17/05/2023).
Setali tiga uang, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal senada. Menurutnya, anggaran kendaraan listrik lebih baik dialihkan ke petani. Lagi pula, kebijakan penggunaan mobil listrik ini tidak menyelesaikan persoalan energi bersih (kumparan.com, 19/05/2023).
Kita semua sepakat bahwa keputusan ini tidak tepat sasaran. Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih pasca pandemi. Jelas akan menambah kesenjangan sosial. Sebab pejabat wara-wiri dengan mobil listrik mahalnya, di tengah rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Pro Kapital, Rakyat Minggir Dulu
Ada banyak kebijakan pemerintah yang menuai kontroversi. Di antaranya proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim), proyek Kereta api Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dan teranyar subsidi kendaraan listrik. Kesemua proyek ini kental aroma cuan bagi kapital yang bermain dalam lingkaran.
Dan tak ada studi yang menyatakan bahwa rakyat akan diuntungkan dari proyek-proyek tersebut. Sebaliknya, rakyat justru jadi korban. Mulai dari kerusakan lingkungan, sosial dan ekonomi. Jika dana yang dianggarkan untuk pengadaan kendaraan listrik itu berasal dari APBN, bukankah sumber APBN adalah pajak yang dipalak dari rakyat? Atau jika berasal dari utang luar negeri, maka bersiaplah untuk menyerahkan lebih banyak SDA pada investor asing dan kenaikan pajak bagi rakyat.