QUR'AN-HADITS

Meraih Derajat Mulia dengan Shalat Tahajud

Dalam riuhnya dunia yang tak pernah benar-benar diam, manusia sering kali terjebak dalam putaran waktu yang memusingkan. Pagi datang terburu-buru, siang hilang tanpa terasa, dan malam pun kadang lewat begitu saja tanpa makna. Saat kebanyakan jiwa terlelap dalam mimpi, Allah membuka pintu langit, menawarkan kehangatan kasih-Nya kepada hamba-hamba yang rela bangun, menghadap, dan bermunajat dalam kesunyian. Dalam Al-Qur’an, Allah menyingkap keutamaan waktu ini secara khusus dalam Surah Al-Isra ayat 79.

Ayat ini bukan hanya penanda teknis waktu salat, tetapi juga mengandung makna filosofis dan spiritual yang dalam. Ia adalah panggilan lembut dari langit kepada manusia agar tidak larut dalam gelap, dan senantiasa menjemput cahaya melalui perjumpaan dengan Tuhan dalam salat.

Allah SWT berfirman:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِه نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا ۝٧٩

“Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”. (QS. Al-Isra ayat 79)

Firman وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ di dalam Tafsir Al-Munir dijelaskan bahwa shalat tahajud merupakan ibadah fardhu bagi Nabi Muhammad Saw. Makna ayat di atas, bangunlah untuk melakukan shalat pada sebagian malam. Ini adalah perintah pertama untuk Nabi Saw agar melakukan shalat malam selain lima shalat yang fardhu.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Saw ditanya, “Shalat apa yang paling afdhal setelah shalat fardhu?” Beliau menjawab, “Shalat malam.” Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya, selain melaksanakan shalat fardu, juga untuk melakukan shalat malam karena tahajud adalah shalat yang dilakukan setelah tidur. Diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat mengatakan bahwa Nabi Saw melakukan shalat tahajud setelah tidur.

Firman Allah نَافِلَةً لَّكَۖ, artinya, ibadah tambahan untukmu selain shalat lima waktu. Ibadah ini khusus untukmu, bukan untuk umatmu: ia fardhu bagimu dan tidak fardhu bagi orang lain. Bagi umatmu ia adalah sunah. Inilah pendapat yang kuat. Ada pendapat lain mengatakan bahwa shalat malam bagi Nabi Saw adalah sunah karena dosa-dosa beliau yang terdahulu dan yang belakangan telah diampuni. Adapun bagi umat beliau, Shalat-shalat sunah membuat diampuninya dosa-dosa mereka.

Ibnu Jarir membantah pendapat ini karena Nabi Saw, diperintahkan untuk beristighfar (memohon ampun). “Dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.” (QS. an-Nashr: 3)

Dalam satu hari, Nabi Saw beristighfar lebih dari seratus kali. Semakin dekat seorang hamba dari Allah, semakin meningkat rasa takutnya kepada-Nya walaupun Allah telah menjamin keselamatannya. Posisi ini hanya diketahui oleh mereka yang mendapatkannya.

عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا lakukanlah apa yang Aku perintahkan kepadamu agar pada hari Kiamat, Kami menempatkan kamu pada tempat yang terpuji yang membuatmu dipuji oleh seluruh makhluk, juga dipuji oleh Pencipta mereka Tabaraka wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir.

Para mufassir sepakat, sebagaimana dikatakan oleh al-Wahidi, bahwa posisi memberi syafaat teragung adalah dalam menggugurkan hukuman. Tempat yang terpuji ini, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Jarir, ialah tempat atau kedudukan Nabi Saw. pada hari Kiamat untuk memberikan syafaat kepada orang-orang agar Allah mengeluarkan mereka dari kesulitan yang sangat berat pada hari itu.

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Nabi saw., tentang firman Allah SWT, عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا Beliau bersabda:

هُوَ المَقَامُ الَّذِي اَشْفَعُ لِاُمَّتِي فِيْهِ

“Itu adalah kedudukan yang padanya aku memberikan syafaat kepada umatku.”

1 2 3 4Laman berikutnya
Back to top button