Meraih Derajat Mulia dengan Shalat Tahajud

Sedangkan di dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan Firman Allah SWT: وَمِنَ الَّيْلِ “ Dan pada sebahagian malam hari” مِنَ untuk menunjukkan arti sebagian, sedangkan huruf Fa dalam firman-Nya: فَتَهَجَّدْ “Bersembahyang tahajudlah kamu” sebagai penyesuai dengan sesuatu yang disembumyikan. Maksudnya, bangkit dan shalat tahajjudlah engkau. بِه maksudnya, dengan Al-Qur’an. Tahajjud dari kata hujuud yang artinya kebalikan. Dikatakan, نَامَ هَجَدَ (tidur) dan هَجَدَ سَهَرَ {begadang) selalu berlawanan.”
Firman Allah SWT: نَافِلَةً لَّكَۖ “Sebagai suatu ibadah tambahan bagimu.” Maksudnya, sebagai kemuliaan dan kesenangan bagi kalian D emikian dikatakan oleh Muqatil. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah shalat tahajud khusus untuk Nabi Saw tanpa umatnya. Ada yang berpendapat, “Shalat malam adalah fardhu atas beliau. Hal itu berdasarkan firman-Nya: نَافِلَةً لَّكَۖ ( sebagai suatu ibadah tambahan bagimu)”. Maksudnya, ibadah tambahan atas suatu ibadah fardhu yang rutin atas umat.
Ada yang mengatakan: “Shalat malam (baca: tahajjud) adalah tathawwu’ (sunah) bagi beliau yang pada awalnya adalah wajib atas setiap orang. Kemudian hukum wajib dihapus sehingga tahajjud itu menjadi sunah setelah sebelumnya fardhu.” Sebagaimana yang dikatakan Aisyah, hal ini akan dijelaskan dalam tafsir surah Al Muzzammil insya Allah Ta ‘ala.
Dengan demikian maka perintah itu menjadi tanaful (tambahan) dalam kerangka sunah dan pesannya kepada Nabi Saw karena beliau adalah orang yang sudah diampuni. Maka jika beliau melakukan shalat sunah (yang tidak wajib atas beliau) maka yang demikian itu menjadi tambahan atas derajat beliau, sedangkan bagi umatnya maka tathawwu’ mereka menjadi penghapus dan penambalan atas kekurangan dalam ibadah fardhu. Mujahid dan lain-lainnya j uga berpendapat demikian.
Ada pula yang mengatakan makanannya adalah ‘athiyah (pemberian). Karena seorang hamba tidak akan mendapatkan kebahagiaan pemberian yang lebih utama daripada taufik untuk melakukan ibadah.
Firman Allah SWT: عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا “Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan مَقَامًا مَّحْمُوْدًا ‘ tempat yang terpuji’ menjadi empat pendapat:
Pendapat pertama: (Dan ini pendapat yang paling benar). Syafaat bagi orang banyak pada hari kiamat. Demikian dikatakan oleh Hudzaifah bin Al Yaman.
Sedangkan di dalam Shahih Al Bukhari dari Ibnu Umar, ia berkata. “Sungguh semua manusia di hari kiamat akan menjadi kelompok-kelompok. Setiap umat akan mengikuti Nabinya dengan mengatakan, ‘Hai Fulan, berilah syafaat’. Hingga syafaat itu berakhir pada Nabi Saw. Hal itu terjadi pada hari beliau dibangkitkan oleh Allah berada di tempat yang terpuji
Jika telah jelas bahwa مَقَامًا مَّحْمُوْدًا adalah perkara syafaat yang menjadikan para nabi saling melempar hingga akhirnya terhenti pada Nabi kita Muhammad Sawsehingga beliau memberikan syafaat itu untuk orang-orang yang sedang berada di tempat berhimpun agar disegerakan hisab mereka lalu di istirahatkan dari kondisi yang sangat mendebarkan di tempat mereka berada, adalah sesuatu yang khusus pada Beliau Saw.
Adapun di dalam Tafsir Munir karya Wahbah Azzuhaili dikatakan bahwa kata فَتَهَجَّدْ tahajjad terambil dari kata (هجود ) hujuda yang berarti tidur. Kata tahajjad dipahami oleh al-Biga’i dalam arti tinggalkan tidur untuk melakukan shalat. Shalat ini dinamai juga Shalat Lail/Shalat Malam, karena la dilaksanakan di waktu malam yang sama dengan waktu tidur. Ada juga yang memahami kata tersebut dalam arti bangun dan sadar sesudah tidur. Tahajjud kemudian menjadi nama shalat tertentu, karena yang melakukannya bangun dari tidurnya untuk melaksanakan shalat. Shalat ini terdiri dari dua sampai delapan rakaat.
Apakah ia harus dilaksanakan sesudah tidur? Jika Anda memahami kata tahajjud dalam pengertian bangun sesudah tidur, maka shalat dimaksud baru memenuhi syarat, jika dilaksanakan setelah yang bersangkutan tidur. Dalam konteks ini al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebut satu riwayat yang menyatakan bahwa sahabat Nabi Saw, al-Hayjaj Ibn Umar berkata: “Apakah kalian mengira bila melaksanakan shalat sepanjang malam bahwa dengan demikian kalian telah bertahajjud? Sesungguhnya tahajjud tidak lain kecuali shalat sesudah tidur, kemudian shalat (lagi) sesudah tidur, kemudian shalat lagi sesudah tidur. Demikianlah shalat Rasulullah Saw.”
Jika Anda memahaminya dalam arti shalat lail, maka shalat tahajjud dapat dilaksanakan walau sebelum tidur. Dalam konteks ini kita dapat persamakan perintah shalat tahajjud di sini dengan perintah-Nya pada awal Q.S. al-Muzzammil di sana Allah SWT memerintahkan Rasul Saw untuk melaksanakan shalat malam sambil menjelaskan bahwa Nasyi ‘at al-Lail (bangun di waktu malam) adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan (QS. al-Muzzammil (731: 6).