Meraih Derajat Mulia dengan Shalat Tahajud

Kata عَسٰٓى asa biasa digunakan-dalam arti harapan. Tetapi tentu saja harapan tidak menyentuh Allah SWT, karena harapan mengandung makna ketidakpastian, sedang tidak ada sesuatu yang tidak pasti bagi-Nya. Atas dasar itu, sementara ulama memahami kata tersebut dan semacamnya dalam arti harapan bagi mitra bicara. Dalam konteks ayat ini, Rasul Saw diperintahkan untuk melaksanakan tuntunan di atas, disertai dengan harapan kiranya Allah menganugerahkan beliau maqaman mahmudan. Ada juga yang berpendapat bahwa kata عَسٰٓى asa dalam Al-Qur’an, bila disertai dengan kata yang menunjuk Allah SWT sebagai pelakunya, maka harapan itu menjadi kepastian. Dan dengan demikian ayat ini menjanjikan Nabi Muhammad Saw janji yang pasti bahwa Allah SWT akan menganugerahkan beliau maqam itu.
Kataمَقَامًا مَّحْمُوْدًا maqaman mahmudan dapat berarti kebangkitan yang terpuji, bisa juga di tempat yang terpuji. Apapun yang Anda pilih, kedua makna ini benar dan akhirnya bertemu. Ayat ini tidak menjelaskan apa sebab pujian dan siapa yang memuji. Ini berarti bahwa yang memujinya semua pihak, termasuk semua makhluk. Makhluk memuji karena mereka merasakan keindahan dan manfaat yang mereka peroleh bagi diri mereka. Nah, dari sini bertemulah analisis ini dengan sekian banyak riwayat dan dari berbagai sumber yang menyatakan bahwa maqam terpuji itu adalah syafaat terbesar Nabi Muhammad saw. pada hari Kebangkitan.
Di hari Kiamat nanti, setelah kebangkitan manusia dari kubur dan ketika mereka berada di Padang Mahsyar, sengatan panas matahari sangat perih dirasakan lebih-lebih bagi yang bergelimang dengan dosa. Keringat manusia bercucuran sesuai dengan dosa masing-masing, sampai-sampai ada di antara mereka yang keringatnya hampir menenggelamkan badannya sendiri. Demikian bunyi suatu riwayat.
Rasa takut menyelimuti jiwa setiap orang. Pada situasi yang sangat mencekam di Padang Mahsyar itulah, Allah SWT. menunjukkan secara nyata betapa tinggi kedudukan Nabi Muhammad Saw di sisi-Nya. Ketika itu—sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, manusia saling pandang-memandang, mencari siapa gerangan yang dapat diandalkan untuk bermohon kepada Allah agar situasi yang mencekam dan sengatan matahari itu dapat dielakkan. Mereka pergi kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa as., tetapi semua Nabi mulia itu menolak dan menyebut dosa masing-masing sambil berkata: “Nafsi – nafsi” (diriku sendiri, diriku sendiri), kecuali Nabi “Isa as. yang juga menolak tanpa menyebut dosa.
Akhirnya mereka menuju ke Nabi Muhammad Saw. Beliau menerima permohonan mereka dan bermohon setelah menyampaikan pujian kepada Allah swt., pujian yang belum pernah terucapkan sebelumnya. Allah SWT memerintahkan beliau mengangkat kepala sambil bermohon, maka beliau berkata singkat: “Tuhanku, umatku-umatku.” (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain melalui Abi Hurairah).
Syafaat ini dinamai juga syafaat terbesar. Dan inilah yang dimaksud dengan al-Maqam al-Mahmud atau kedudukan yang mulia yang dijanjikan dalam ayat di atas. Ini jugalah yang dimaksud oleh sabda Nabi Saw yang menyatakan bahwa: “Setiap nabi mempunyai doa yang dikabulkan Allah SWT, mereka semua telah bergegas memohonkannya, sedang aku menangguhkan permohonanku (sampai hari Kemudian) untuk memohonkan syafaat bagi umatku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun di dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka dijealskan bahwa, tahajjud artinya ialah bangun dari tidur, lalu dijadikan nama dari sembahyang malam. Abdullah bin Umar menjelaskan bahwa sembahyang tahajjud itu ialah tidur dahulu, baru bangun, ambil wudhu dan sembahyang nafilatan laka; kita artikan tambahan untukmu! Ulama-ulama mengartikan nafilatan di sini sebagai kewajiban tambahan yang khas buat Nabi Saw. Artinya selain dari yang lima waktu bagi beliau sendiri bertambah satu kewajiban lagi yaitu sembahyang tahajjud. Yang berpendapat begini ialah Ibnu Abbas menurut riwayat aI-‘Aufi, demikian juga salah satu pendapat dari Imam Syafi‘i, dan pendirian begini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan memang beliau Saw melakukannya dengan tidur terlebih dahulu.
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَي الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : أَنَّهُ سُئِلَ اَيُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ المَكْتُوْبَةِ ؟ قَالَ : صَلاَة اللَّيلِ
“Daripada Abu Hurairah moga-moga ridha Allah baginya, daripada Rasulullah Saw, bahwasanya beliau ditanyai orang: “Apakah sembahyang yang lebih utama (afdhal) sesudah sembahyang yang lima waktu? ”Beliau menjawab: “Sembahyang malam.” (Riwayat Muslim)
Menurut sebuah Hadis pula yang dirawikan oleh Termidzi dari Abu Hurairah, pernah ditanyakan orang langsung kepada Rasulullah Saw tentang maksud “maqam yang mahmud” itu lalu beliau jawab: Maqaman Mahmudan ialah syafaat dan Tirmidzi mengatakan bahwa hadis yang dirawikannya dari Abu Hurairah itu adalah hasan dan shahih.
Ulama-ulama tafsir menafsirkan bahwa berkat syafaat Rasulullah Saw dengan maqaman mahmudan itu, Tuhan Allah dapat meringankan hukuman bagi orang yang terhukum. Ibaratnya adalah sebagai di dunia ini juga, bahwasanya Undang-undang Hukum berlaku sebagaimana mestinya, tetapi Tuhan Allah berhak memberi karunia ampun bagi barangsiapa yang dikehendakiNya, karena permohonan daripada hambaNya yang dikasihiNya, Muhammad Saw dan menilik kepada Hadis-hadis tentang syafaat ini, bahwa yang diberi syafaat bukan saja umat Muhammad, tetapi seluruh umat manusia.
Ahli tafsir pun mengatakan bahwasanya maqaman mahmudan atau tempat yang terpuji itu dapat tercapai karena pada tengah malam yang hening sepi itu Nabi Saw telah dapat mengheningkan ciptanya terhadap Allah SWT, dan bertambah dekatlah hubungannya dengan Tuhan. Sedangkan kita umatnya ini dianjurkan oleh Nabi Saw supaya melakukan juga tahajjud itu, bangun menyentak dari tidur sepertiga malam. Dikatakan oleh Rasulullah bahwa pada penghabisan malam itu Allah turun ke langit dunia untuk mendengarkan kalua kalau ada hambanya yang meminta taubat, akan diberinya taubat. Kalau ada yang meminta ampun, akan diberinya ampun. Dengan demikian bertambah naiklah martabat jiwa umat tadi; sampai tercapai maqam yang mahmud. Sedangkan buat umat begitu, apatah lagi keistimewaan terhadap Rasulullah Saw sendiri.