QUR'AN-HADITS

Meraih Derajat Mulia dengan Shalat Tahajud

Mubasabah Ayat 78, 79, dan 80 dalam Surat Al-Isra merupakan rangkaian bimbingan Allah kepada Nabi Muhammad Saw yang saling terkait erat. Ayat 78 memerintahkan Nabi untuk menjaga salat fardu ibadah wajib yang menjadi fondasi kekuatan ruhani. Lalu, ayat 79 melanjutkan dengan anjuran untuk melaksanakan salat tahajud sebagai ibadah tambahan yang lebih pribadi dan sunyi, sebagai jalan menuju derajat yang mulia (maqām maḥmūd). Ini menunjukkan bahwa keistimewaan spiritual tidak hanya diraih dengan kewajiban, tetapi juga melalui kesungguhan dalam ibadah malam. Selanjutnya, ayat 80 menjadi penutup yang menyentuh: sebuah doa Nabi untuk memohon kekuatan, keteguhan, dan perlindungan dalam menjalankan misi dakwah yang berat. Tiga ayat ini membentuk satu alur utuh—dari perintah, anjuran, hingga permohonan—sebagai panduan spiritual menghadapi perjuangan hidup.

Ayat ini menyimpan pesan mendalam tentang kekuatan spiritual yang lahir dari kesendirian yang penuh makna. Di saat dunia terlelap dan suara kehidupan mulai meredup, Allah justru memanggil hamba-Nya untuk bangkit. Bukan sekadar bangun secara fisik, tetapi bangun secara ruhani menghidupkan jiwa yang penat, menyucikan hati yang berat.

Salat tahajud bukanlah kewajiban, tetapi hadiah istimewa. Ia adalah jalan sunyi menuju derajat mulia maqām maḥmūd yang Allah janjikan bagi mereka yang memilih untuk setia di hadapan-Nya, ketika tak ada yang melihat kecuali Dia. Ini adalah bentuk cinta yang paling personal antara hamba dan Tuhannya.

Dalam konteks kehidupan modern yang serba sibuk, di mana waktu sering habis untuk urusan duniawi, tahajud menjadi ruang eksklusif untuk merawat keikhlasan, membangun hubungan vertikal yang sering terabaikan. Ia melatih disiplin, membentuk ketenangan batin, dan menjadi pengingat bahwa keberhasilan sejati dimulai dari kedekatan dengan Allah.

Tahajud mengajarkan bahwa kemuliaan tidak selalu dicapai di siang hari, di tengah sorotan atau pujian manusia, melainkan dalam kesunyian malam, dalam doa-doa yang tak terdengar oleh siapa pun kecuali Allah. Maqām maḥmūd bukan hanya tentang posisi di akhirat, tapi juga bisa dimaknai sebagai kemuliaan akhlak, kejernihan hati, dan kekuatan jiwa dalam menghadapi hidup.

Kemuliaan bukanlah hasil dari kesibukan tanpa arah, tetapi dari keheningan yang penuh makna. Siapa yang sanggup menjaga hubungan dengan Allah saat semua orang tertidur, maka Allah akan menjaga posisinya saat semua orang bangun.[]

Desmia Meutia Azzahra, Mahasiswa Semester 6 Universitas PTIQ Jakarta.

Laman sebelumnya 1 2 3 4
Back to top button