Merenungi Al-Qur’an (14)
Yang dijadikan dari saripati tanah adalah Nabi Adam as. Sedangkan kita dan manusia di seluruh bumi ini (kecuali Nabi Isa as) adalah berasal campuran sel sperma dan sel telur. Allah sudah membuat milyaran manusia, maka mudah bagi Allah untuk menghidupkan manusia kembali di hari penghitungan (yaumul hisab) nanti.
Keimanan kepada Allah dan hari akhir (hari kiamat/yaumul hisab) ini sangat penting. Ia mempengaruhi tingkah laku manusia di dunia ini. Mereka yang keimanannya bagus, insya Allah tingkah lakunya di dunia juga bagus.
Seorang mukmin menganggap bahwa dunia ini adalah tempat mencari bekal untuk akhirat. Raasulullah saw menyatakan bahwa dunia adalah tempat cocok tanam untuk akhirat (addunya mazraatul akhirah). Dengan keyakinan adanya akhirat atau kembali kepada Allah, maka manusia di dunia ini takut untuk berbuat jahat. Takut untuk berbuat dosa besar. Takut menzalimi manusia lain. Karena semua perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti, maka manusia menjadi hati-hati dalam perbuatannya di dunia.
Rasulullah saw bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرَاً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah! Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya.” (HR Bukhari Muslim)
Bagaimana jika dia sudah beriman, tapi perkataannya kasar, tidak memuliakan tetangga dan tamu? Maka di sini keimanannya dipertanyakan. Keimanannya masih lemah atau rendah. Iman memang kondisinya naik dan turun. Iman akan semakin meningkat bila dibiasakan dengan taat kepada Allah dan RasulNya. Iman akan semakin menurun bila ia terus menerus melakukan maksiyat.
Dari Hanzholah Al-Usayyidiy -beliau adalah di antara juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ia berkata, “Abu Bakr pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakr berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?”
Aku menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakr pun menjawab, “Kami pun begitu.”
Kemudian aku dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah Saw lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai-sampai seolah-olah surga dan neraka itu benar-benar nyata di depan kami. Namun jika kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”