LAPORAN KHUSUS

Merindukan Keadilan

Pada 16 November, Ahok dijadikan tersangka. Tetapi, lagi-lagi, ia tidak ditahan. Ia malah dilindungi. Ahok tetap dengan pongah memamerkan arogansinya. Hingga pada akhirnya, umat Islam tetap menuntut tindakan hukum atas Ahok dengan melakukan aksi puncak, Aksi Super Damai 212 di Lapangan Monas Jakarta. Tujuh juta massa dari seluruh Indonesia memenuhi Lapangan Monas, Jl MH Thamrin, Jl Medan Merdeka Selatan, hingga arah Kwitang.

Penanganan hukum kasus Ahok inilah yang menjadi awal pemicu terjadinya tindak penegakan hukum yang tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas dam tajam ke kanan tumpul ke kiri.

Kriminalisasi Habib, Ulama dan Aktivis

Sepuluh aktivis ditangkap polisi, 2 Desember pagi sebelum pelaksanaan Aksi 212. Putri Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri, Mayjen (Purn) Kivlan Zen, Ahmad Dani, Brigjen (Purn) Adityawarman, dan kawan-kawannya, dituduh akan melakukan makar dengan memanfaatkan massa 212. Pada akhirnya tuduhan kepada 10 orang ini sama sekali tidak terbukti.

Sebagai catatan, rangkaian kasus hukum yang melibatkan Ahok terjadi pada musim kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017. Ahok yang menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi, maju lagi sebagai Cagub dengan menggandeng Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat sebagai Cawagub. Dengan posisi ini, niscaya Ahok mendapat dukungan politik yang sangat kuat dari Presiden –yang merupakan kawannya–, Parpol pemenang Pemilu 2014 dan partai-partai pendukung rezim lainnya. Ditambah dukungan finansial yang sangat kuat dari kelompok taipan Sembilan Naga yang ingin bisnis mereka aman, termasuk Reklamasi Teluk Jakarta. Inilah yang membuat Ahok seolah-olah berada di atas angin.

Sungguh pun Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka, namun ia tidak ditahan. Ahok masih bisa kampanye dan mengikuti Pilkada. Dan anehnya suara pendukung Ahok di Jakarta juga masih besar. Pada Pilkada 15 Februari 2017, Ahok-Djarot mendapatkan suara 43 persen. Sementara lawannya, AHY-Silvi 17 persen dan Anies-Sandi 40 persen. Otomatis dua pasangan, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi harus mengikuti putaran kedua.

Di tengah persiapan putaran kedua Pilkada DKI inilah, Polisi menangkap Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad Al Khaththath (MAK). MAK ditangkap di sebuah hotel di kawasan Bunderan HI, pada Jumat dini hari 31 Maret 2017. Siang harinya, MAK direncanakan memimpin Aksi 313 menuntut pemberhentian Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI.

19 April 2017, putaran kedua Pilkada DKI berlangsung. Hasilnya, Ahok-Djarot kalah telak. Pasangan nomor urut satu itu hanya memperoleh suara 42 persen, sementara pasangan nomor urut tiga, Anies-Sandi, mendulang 58 persen suara.

Bagai jatuh tertimpa tangga. Sudahlah kalah telak dalam Pilkada, dalam sidang kasus penistaan agama, Ahok juga divonis bersalah. Pada sidang putusan di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Ahok diputuskan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama dan divonis dua tahun penjara. Selesailah Ahok dengan kekalahan beruntun.

Kondisi inilah rupanya yang tidak disukai oleh rezim penguasa. Karena itu serangan balik pun dilakukan. Dimulailah babak baru kriminalisasi terhadap habib, ulama dan aktivis Islam.

Pasca Aksi 212 yang berlangsung dengan tertib dan aman, sejatinya upaya kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh penggerak aksi sudah dilakukan. Ketua GNPF MUI, Ustaz Bachtiar Natsir, dibidik dengan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yayasan Keadilan untuk Semua di Bareskrim Mabes Polri. Ini adalah kasus mengada-ada, sebab dana yang masuk ke rekening YKS yang digunakan untuk pembiayaan Aksi 212 adalah sumbangan dari umat Islam secara suka rela. Panitia Aksi Bela Islam 212 hanya meminjam rekening yang dimiliki YKS untuk menerima donasi dari umat Islam.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button