Mestinya, ‘We Don’t Hate Monday’
Dari Abu Qatâdah ra, sesungguhnya Rasûlullâh Saw ditanya tentang puasa Senin, maka beliau menjawab: “Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus, atau hari mulai diturunkannya wahyu.” [HR Muslim].
“Aku berkata pada Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Wahai Rasulullah, engkau terlihat berpuasa sampai-sampai dikira tidak ada waktu bagimu untuk tidak puasa. Engkau juga terlihat tidak puasa, sampai-sampai dikira engkau tidak pernah puasa. Kecuali dua hari yang engkau bertemu dengannya dan berpuasa ketika itu.” Nabi Saw bertanya, “Apa dua hari tersebut?” Usamah menjawab, “Senin dan Kamis.” Lalu beliau bersabda, “Dua hari tersebut adalah waktu dihadapkannya amalan pada Rabb semesta alam (pada Allah). Aku sangat suka ketika amalanku dihadapkan sedang aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ahmad 5: 201. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
“Pintu surga dibuka pada hari Senin dan kamis. Setiap hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang memiliki percekcokan (permusuhan) antara dirinya dan saudaranya. Nanti akan dikatakan pada mereka, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Muslim no. 2565).
Kedua, peradaban barat. Peradaban barat dibangun diatas landasan sekulerisme dan menjadi paling dominan mengendalikan dunia saat ini.
Senin dipandang sebagai hari pertama dalam siklus perputaran hari. Dalam sistem yang menganut budaya kerja lima atau enam hari, Senin menjadi pintu awal dari setiap agenda dan aktivitas.
Karena keberadaannya di permulaan inilah yang mungkin membuat Senin mendapat beban paling banyak diantara hari-hari lain. Ibarat baterai hp yang sudah terisi penuh setelah sehari atau dua hari sebelumnya “di-charger” dengan beristirahat dari kegiatan yang menguras konsentrasi fisik dan psikis, Senin memang memiliki full energi.
Asal-muasal munculnya istilah I hate Monday atau I don’t like monday
Frasa I Hate Monday atau I don’t like Monday pertama kali dipopulerkan oleh Brenda Ann Spencer. Seorang pelajar berusia 16 tahun asal San Diego, Amerika Serikat. Dia seorang gadis kutu buku yang tinggal tepat di seberang sekolah dasar Grover Cleveland.
Pada 29 Januari 1979, dengan senjata api hadiah dari ayahnya, dia memuntahkan 30 butir peluru dalam 15 menit yang menewaskan dua orang dewasa termasuk Kepala Sekolah dan melukai delapan siswa. Ketika ditanya alasan tindakan nekatnya, ia menjawab singkat, “I don’t like Monday”.
Dalam salah satu penelitiannya, The European Journal of Epidemiology menyebutkan, sebagian besar manusia modern merasa enggan untuk menghadapi hari Senin dengan beragam macam alasan. Fenomena I Hate Monday/ I Don’t Like Monday terbentuk karena adanya Pygmalion-Golem Effect yang menciptakan ekspektasi buruk tentang hari Senin, sehingga kebanyakan orang tidak menyukainya.
Pygmalion Effect dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena psikologis yang menjelaskan bahwa semakin baik harapan yang diberikan atau diterima, semakin baik pula performa orang tersebut.
Sedangkan Golem Effect merupakan kebalikannya. Dengan kata lain, ekspektasi positif-negatif yang kita berikan kepada orang lain secara linier berpengaruh pada motivasinya untuk menjadi sama dengan ekspektasi yang kita punya.