Mimpi Indah Bertemu Mas Anies

Tadi malam saya bermimpi ketemu dengan mas Anies Baswedan. Mimpi itu seolah nyata. Dalam mimpi itu kita bicara tentang berbagai hal. Tapi namanya mimpi, tidak jelas detail yang dibicarakan itu apa. Bulan lalu saya juga mimpi bertemu dengannya.
Mas Anies memang pemimpin yang punya keistimewaan. Tahun 2024 saya dan teman-teman mendukung penuh kepadanya untuk menjadi calon presiden. Sebelumnya tahun 2014 dan 2019 saya dan teman-teman mendukung Prabowo.
Mas Anies lain dari yang lain. Ketika pemilu 2014 dan 2019, saya banyak menulis kelebihan Prabowo dibanding Jokowi. Waktu itu saya menulis jangan sampai umat Islam mendukung Jokowi, karena di belakang Jokowi banyak orang yang ‘Islamofobia’. Meski saya banyak menulis tentang Prabowo, Prabowo tidak pernah peduli dengan saya. Prabowo tidak pernah memanggil saya atau penulis-penulis yang pro kepadanya, untuk diajak dialog. Prabowo cuek.
Beda dengan Anies. Menjelang pemilu tahun 2024, saya banyak menulis tentang Anies. Saya terus terang mengaguminya dan berharap ia bisa menjadi presiden mengalahkan Prabowo dan Ganjar. Melihat tulisan-tulisan saya, Anies tertarik. Dan ia kemudian mengumpulkan beberapa penulis dalam pertemuan terbatas dengannya. Di situ kita berdiskusi dan menyampaikan gagasan-gagasan untuk perbaikan negeri ini.
Disitulah kelebihan Anies dibanding Prabowo. Anies menghargai tulisan. Anies mempunyai empati lebih tinggi dibanding Prabowo. Anies lebih peka daripada Prabowo. Dengan kecerdasan dan pengalaman kepemimpinan yang dimilikinya, saya yakin bila Anies presiden maka Indonesia akan jauh menjadi lebih baik daripada dipimpin Prabowo.
Tapi takdir Allah menetapkan lain. Anies kalah dalam pilpres 2024 lalu. Kekalahannya tidak fair. Ada aroma kecurangan di sana. Yaitu terutama adanya guyuran bansos yang nilainya ‘trilyunan’ ke daerah-daerah yang berpotensi besar dimenangkan Anies. Yang memimpin pengguyuran Bansos itu adalah Jokowi dan Prabowo. Mereka nampaknya berprinsip yang penting menang meski curang. Sedangkan Anies berprinsip biar kalah asal tak salah. Sebuah prinsip yang dipegang Buya Hamka, ketika Masyumi kalah pemilu dengan PNI tahun 1955.
Menjelang Pemilu 2024 lalu, saya menuliskan 17 alasan memilih Anies untuk menjadi presiden, yaitu:
Satu: Anies Muslim yang taat
Dua: Anies sangat cerdas (budayawan Jaya Suprana menyebut Anies jenius)
Tiga: Anies punya pengalaman memimpin yang panjang, dalam komunitas yang plural. Ia memimpin OSIS ketika SMA dan memimpin Senat Mahasiswa ketika kuliah di UGM. Kemudian menjadi gubernur DKI dan Menteri Pendidikan.
Empat: Anies mempunyai gaya pemikiran yang khas, kreatif. Pemikiran kreatif ini sangat dibutuhkan untuk memimpin 275 juta penduduk Indonesia yang bermacam-macam agama, suku dan aliran pemikirannya.
Lima: Anies mempunyai akhlak mulia. Guru dan sahabat-sahabatnya mengakui kemuliaan akhlak Anies.
Enam: Anies mempunyai kemampuan lisan dan tulisan yang mengagumkan. Tokoh besar di tanah air Tjokroaminoto berpesan : Kalau kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan pidatolah seperti orator
Tujuh: Anies mempunyai kecepatan berpikir yang bagus. Seorang pemimpin harus mampu merespon segala sesuatu dengan cepat dan tepat.