Mimpi Rakyat Memiliki Hunian Layak
Memiliki rumah yang layak merupakan impian jutaan keluarga di Indonesia. Sayangnya, impian tersebut kerap kali karam mengingat harga rumah yang tak murah. Ironis memang, di negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, jutaan penduduknya justru dijerat persoalan tempat tinggal yang tidak layak. Tak ayal lagi, rumah yang layak pun menjadi kebutuhan mewah bagi banyak orang.
Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa menurut statistik pemerintah, kurang lebih ada hampir 11 juta keluarga antre mendapatkan rumah yang layak. Dari sumber yang sama, Hashim juga menyebutkan bahwa ada sebanyak 27 juta keluarga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni. Artinya, mereka tinggal di rumah-rumah yang berupa gubuk atau sebagainya.
Hashim pun mengatakan bahwa kondisi rumah tak layak huni rentan menyebabkan masalah stunting. Sebab, rumah tak layak huni ini masih memiliki tingkat kesehatan rendah, seperti lantai yang berupa tanah hingga akses air bersih yang susah. Sehingga anak-anak pun rawan kena stunting. Apalagi menurut pemerintah sekitar 25% anak Indonesia mengalami stunting. (detik.com, 4 Desember 2024).
Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi individu. Tidak heran jika setiap orang berharap memiliki rumah yang layak serta aman dan nyaman. Tempat tinggal yang tidak hanya sebagai tempat berlindung dan berkumpul keluarga, tetapi juga tempat untuk menjaga kehormatan diri para penghuninya. Sayangnya, kebutuhan rumah yang layak ini sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.
Jika ditelaah, ada beberapa faktor yang menyebabkan belum terpenuhinya kebutuhan rumah layak huni bagi sebagian masyarakat, salah satunya melambungnya harga tanah dan rumah. Meskipun pemerintah memberikan subsidi dalam pembangunan hunian rakyat, tetapi fakta berbicara harganya tetap saja mahal dan tak terjangkau oleh masyarakat. Andai pun harganya lebih murah, lokasinya justru jauh dari pusat perekonomian dan sosial.
Ya, inilah hidup dalam naungan kapitalisme, kebutuhan rumah menjadi tanggung jawab pribadi. Bukti, bahwa negara telah abai menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat, terutama terhadap rakyat yang miskin dan lemah. Ironisnya, alih-alih menyediakan kebutuhan rumah yang layak lagi murah bagi rakyat, negara justru menyerahkan pembangunan perubahan kepada pihak swasta yang berorientasi mengeruk keuntungan.
Ekonomi yang berbasis liberal juga sukses menjadikan para korporasi memegang kendali atas lahan, hutan, dan tambang. Sehingga harga tanah dan bahan bangunan seperti batu, kayu, semen, dan pasir pun mau tidak mau dikendalikan oleh para korporasi. Akibatnya, rakyat makin susah pula menjangkau rumah hunian layak dan murah, apalagi berkualitas.
Inilah buah getir hidup dalam rimba kapitalisme. Kapitalisme nyata mencetak pemimpin yang abai dan nirempati kepada rakyat. Padahal, jutaan rakyat terancam kesehatan dan nyawanya karena tak memiliki rumah atau tak memiliki hunian. Mereka berpuluh-puluh tahun merasakan hidup di kolong jembatan, bantaran sungai, atau gang-gang sempit yang jauh dari kata sehat dan layak.
Kemiskinan yang belum tuntas juga mempersulit rakyat mengakses kebutuhan papannya. Apalagi menjadi rahasia publik bahwa penguasa kapitalis justru membiarkan para pengembang rumah mengendalikan harga rumah demi mengeruk keuntungan. Alhasil, memiliki rumah layak, murah, dan berkualitas makin utopis dalam pusaran sistem kapitalisme saat ini.
Keadaan ini sungguh kontras andai Islam diterapkan secara komprehensif dalam mengatur seluruh aspek kehidupan rakyat. Sebab, Islam memiliki konsep yang jelas dalam mengatur penyediaan dan pengelolaan perumahan bagi rakyat. Penerapan Islam secara komprehensif ini meniscayakan rakyat memiliki rumah yang aman, nyaman, layak, dan sesuai koridor syarak dengan harga yang terjangkau.
Paradigma Islam memandang bahwa negaralah yang bertanggung jawab secara langsung dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan papan rakyat sehingga seluruh rakyat dapat menjangkaunya. Andaipun ada rakyat kesulitan ekonomi maka negara dapat memberikannya secara cuma-cuma. Sebab, menjadikan kewajiban negara memastikan seluruh rakyat memiliki hunian yang pantas dihuni oleh manusia, yakni rumah yang aman, nyaman, memenuhi standar kesehatan, dan sesuai syarak dengan harga terjangkau.
Negara jelas berperan sebagai pengurus dan pelindung rakyat, bukan sebagai regulator seperti dalam paradigma kapitalisme. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Baginda Rasulullah Saw, “Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).