Minangkabau Layak Menjadi Daerah Istimewa
Wakil Ketua DPD RI, Sultan Najamudin menyatakan bahwa Sumbar layak menjadi Daerah Istimewa. “Dalam perjalanan bangsa Indonesia, baik pada masa prakemerdekaan ataupun pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sumbar memiliki peran strategis dalam perjalanan kehidupan diruang kebangsaan serta kenegaraan kita. Wilayah Bukit Tinggi, Sumatera Barat pernah menjadi ibu kota pemerintahan darurat Republik Indonesia,” kata Najamudin.
Ia juga menyatakan,“Ada 15 tokoh Minang yang diangkat menjadi pahlawan nasional. Mereka memiliki peran besar terhadap perjalanan sejarah kita. Ada Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Abdul Muis, Agus Salim, Tuanku Imam Bonjol, M Yamin, Rasuna Said, dan lainnya. Semua berasal dari daerah Sumatera Barat. Bahkan Wakil Presiden pertama M Hatta berasal dari sana.”
Naskah akademik yang disusun oleh tim kerja Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM) telah rampung. Penggantian nama daerah sudah termuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota.
“Tinggal lagi pemerintah daerah atau kelompok masyarakat yang mengajukan perubahan nama menjadi Daerah Istimewa Minangkabau dapat menikuti mekanisme aturan yang berlaku. Saya yakin Bapak Presiden Jokowi akan sangat antusias terhadap wacana ini,” ujar Najamudin.
Menurutnya, Sumatera Barat yang didominasi etnis MInangkabau adalah salah satu wilayah yang masih hidup dengan mempertahankan nilai serta tradisi budaya yang ada, termasuk sistem adat budaya sendiri dalam pemerintahan non formal atau nagari. “Hal ini adalah kekayaan bangsa yang mesti harus dijaga serta dilestarikan ditengah gempuran globalisasi bersama nilai-nilai liberal nya. Melalui dapat menjadi salah satu simbol kearifan budaya Indonesia,” terangnya.
***
Usulan dari masyarakat Sumbar agar Minangkabau jadi daerah istimewa nampaknya akan terus menggelinding. Mereka ingin meniru Aceh yang bisa menjadi daerah khusus atau Yogyakarta yang menjadi daerah istimewa. Di atas semua itu masyarakat di sana ingin nilai-nilai Islam tidak tergerus zaman atau peraturan-peraturan pemerintah pusat yang membelenggu.
Ulama besar dari Minangkabau Hamka, dalam bukunya “Dari Hati ke Hati” mengingatkan,”Di setiap zaman musuh-musuh Islam itu dengan segala daya upaya hendak menghancurkan Islam. Di zaman lama cara lamanya. Di zaman modern cara modernnya. Yang terutama di zaman akhir ini diusahakan orang ialah menghancurkan akidah itu. Bermacam-macam paham ilhad (atheis), paham tidak bertuhan, sejak dari komunisme Karl Marx sampai kepada Jean Paul Sartre, ditambah dengan teori Darwin yang mengatakan asal manusia dari monyet, diiringi dengan teori Freud bahwa yang menggerakkan manusia dalam hidup ialah nafsu bersetubuh (libido). Bahwa rasa agama tumbuh dalam dada manusia ialah karena anak jatuh cinta kepada ibu kandung yang melahirkannya (Oedipus), lalu dibunuhnya ayahnya, sebab ayah itulah saingannya. Itulah berbagai isme (paham) dipompakan ke dalam dunia Islam, supaya pemuda Islam tidak percaya lagi bahwa Allah itu ada, bahwa Muhammad itu Rasul dan bahwa hari Kiamat itu memang ada.
Saat ini kita menyaksikan meluasnya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, ganti-ganti pasangan dan sex bebas tanpa nikah, seperti yang berlaku di negara-negara Barat. Masuknya budaya Barat ke negeri-negeri Islam, niscaya bertujuan hendak menghancurkan akidah Islam, yang mengatur urusan keturunan. Untuk maksud itu ditunjang antara lain dengan penerbitan buku dan gambar serta film-film pornografi. Dilarang keras orang Islam berjudi, sebab itu didirikanlah kasino. Dilarang keras meminum minuman keras, maka diadakanlah iklan alcohol. Dan kalau ada ulama yang menghalalkan bir, mendapat pujianlah dia karena dia adalah seorang ulama yang progresif.”
Nuim Hidayat, Penulis Buku ”Agar Umat Islam Meraih Kemuliaan”.