Miskonsepsi Toleransi di Balik Perayaan World Religion Day
Seperti yang telah Allah SWT firmankan dalam Surat Ali Imran ayat 85, “Siapa saja yang mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (TQS Ali Imran [3]: 85)
Kedua, tidak ada toleransi pada perkara yang telah dilarang pada al-Qur’an dan Sunnah. Karena seorang muslim harus meyakini bahwa Syariat Islam adalah peraturan terbaik yang dapat menyelesaikan problem kehidupan. Sehingga tidak boleh ada toleransi pada perzinaan, LGBT, pelecehan ajaran dan simbol Islam, dsb.
Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 48, “Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…” (TQS Al-Maidah [5]: 48)
Ketiga, pada perkara ibadah, pernikahan, makanan, minuman, dan pakaian, orang non-muslim diperbolehkan menjalankan sesuai keyakinan agamanya. Namun, seorang muslim dilarang melibatkan dirinya di dalam perayaan ajaran agama lain dengan dalih toleransi. Imam Ahmad menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR Ahmad).
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Kaum muslim haram merayakan hari raya orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kaum muslim juga haram memasuki gereja dan tempat-tempat ibadah mereka.” (Iqtidhâ’ ash-Shirâth al-Mustaqîm, hlm. 201).
Demikianlah tiga poin batasan Islam dalam menempatkan toleransi. Maka sejatinya, toleransi yang kita kenal saat ini sungguh berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Saat ini, narasi toleransi ditunjukkan untuk menangkal aksi intoleran, radikal, dan ekstrem. Sehingga upaya-upaya lewat ide Pluralisme diambil untuk menyelesaikan segala problem intoleransi di dunia.
Upaya tersebut tidak luput dari perang opini untuk menyerang ajaran dan simbol Islam. Misalkan cap intoleran ditunjukkan pada muslim yang menyeru pelarangan menikah beda agama, menolak LGBT, dsb.
Padahal jika kita dudukkan kembali permasalahan intoleransi dan konflik di dunia saat ini adalah buah dari penerapan sistem Sekulerisme-Kapitalisme. Misalkan berbagai tindakan kekerasan yang terjadi di dunia termasuk di dunia Islam tidak lain karena pendudukan Amerika Serikat untuk hegemoni Kapitalisme. Riset Robert Pape (Universitas Chicago) dimana 2200 bom bunuh diri dipetakan dan menunjukkan lebih dari 90% seluruh dunia terkait anti AS.
Bahkan ide HAM (Hak Asasi Manusia) yang dielu-elukan oleh Barat terus saja menimbulkan konflik antar agama. Seperti kasus pembakaran al-Qur’an di Swedia, pembuatan karikatur Rasulullah saw oleh Carlie Hebdo di Prancis, dll. Dimana semua itu selalu dengan dalih kebebasan berekspresi yang dilindungi dan dijamin oleh HAM. Inilah bukti ketidak mampuan sistem Sekulerisme-Kapitalisme dengan ide-ide turunanya untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Berbeda dengan Islam, selama 14 abad peradaban Islam telah membuktikan dimana hampir 2/3 dunia berada di bawah naungan Islam. Wilayah-wilayah tersebut tidak pernah terjadi penjajahan seperti yang dilakukan oleh sistem Sekuler-Kapitalisme.
Bahkan beberapa riwayat sahih telah menceritakan keadilan para khalifah tanpa memandang status agama. Seperti sanksi yang diberikan khalifah Umar bin Khaththab ra. kepada Gubernur Mesir Amr bin ‘Ash ra. dan putranya setelah warga Kristen Koptik di Mesir mengadu kepada beliau.