Muhammadiyah dan Kepemimpinan Berpikir
Kiai Dahlan juga pernah mengadakan pertemuan dengan Pastur Van Lith, pastur yang sangat terkenal di tanah air. Namun pertemuan itu hanya berlangsung sekali, tidak lama kemudian pastur itu meninggal dunia.
Kejadian yang menarik terjadi pada Pastur Dr Zwijner. Ia mempunyai wilayah kerja yang luas di seluruh Asia. Dalam kunjungannya ke Indonesia, ia mengadakan ceramah di beberapa gereja, antara lain di Medan, Banjarmasin, Makasar dan Surabaya. Adapun isi khutbahnya banyak sekali menghina Islam.
Ketika Kiai Dahlan mendengar penghinaan terhadap Islam dan rencana kedatangan pastur tersebut di Yogyakarta, maka ia mengadakan rapat terbuka untuk menyambut kedatangan Pastur Dr Zwijner bertempat di Ngampilan. Dalam rapat umum itu, Pastur Zwijner diundang untuk menerangkan agamanya dan diminta kesediannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan para hadirin. Ternyata pastur itu tidak berani datang.
Begitulah sikap Kiai Ahmad Dahlan, terhadap tokoh-tokoh non Islam. Ia tidak bermanis muka, bekerjasama dengan mereka untuk menjatuhkan kalangan Islam sendiri. Tapi yang dilakukannya adalah menyebarkan misi Islam ini seluas-luasnya, termasuk di kalangan non muslim. Yang dilakukannya adalah mengangkat setinggi-tingginya nilai-nilai Islam itu agar menjadi inspirasi dalam kegiatan pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
Kaum Islamofobia dalam melemahkan Islam, mempunyai banyak cara. Dalam bidang pemikiran mereka menyebarkan secara massif paham pluralisme agama, liberalisme, sekulerisme, feminisme dan lain-lain. Dalam bidang ekonomi mereka mempersempit gerak ekonomi umat Islam. Mereka memperkaya kelompok mereka sendiri, dan memiskinkan kehidupan ekonomi umat. Dalam bidang politik, mereka mengangkat orang-orang yang tidak punya atau sedikit kepeduliannya terhadap umat Islam. Dalam bidang hukum dan militer, mereka mendukung karier orang-orang yang berani membubarkan ormas-ormas Islam dan memenjarakan tokoh-tokoh Islam meski tidak jelas kesalahannya. Dan seterusnya.
Kaum muslim khususnya warga Muhammadiyah mesti menyadari benturan pemikiran Islam dan kaum Islamofobia di Indonesia dan dunia ini. Karena seorang manusia akan bergerak atau menyikapi sesuatu itu sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya. Semakin paham seorang Muslim terhadap nilai-nilai Islam dan benturan nilai yang akan terjadi dengan kaum Islamofobia, maka ia akan makin bersemangat dalam mendakwahkan Islam. Sebab ia memahami kelemahan nilai yang dimiliki kaum Islamofobia dan tingginya nilai-nilai Islam yang ia pegang.
Benturan pemikiran atau benturan nilai itu yang akan semakin mematangkan kaum Muslim untuk berpikir dan bergerak. Dari sini kepemimpinan berpikir akan terlihat. Lihatlah kepemimpinan berpikir yang dimiliki KH Ahmad Dahlan sehingga ia berani mengajak diskusi atau debat para pendeta. Maka renungkanlah makna ayat Al-Qur’an ini , ”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS al Baqarah 216).
Perang di sini bisa bermakna luas. Mulai dari perang pemikiran sampai perang fisik. Al-Qur’an menggariskan dalam perang tidak boleh melampaui batas. Maknanya bila kita diperangi fisik, maka kita juga membalasnya dengan fisik, diperangi lewat ekonomi, kita membalasnya dengan ekonomi. Diperangi lewat pemikiran, kita membalasnya dengan pemikiran. Dalam pergerakan dakwah pemikiran ini seorang muslim harus aktif atau agresif. Sedangkan dalam bidang peperangan fisik, seorang Muslim bersikap defensif. Hanya menyerang fisik, bila musuh menyerangnya dengan fisik.
Pertanyaannya telahkah Muhammadiyah berperan besar dalam peperangan pemikiran ini? Bila belum atau masih sedikit, semoga ke depan Muhammadiyah dapat menjadi lokomotif dalam ‘ghazwul fikri’ ini. Seorang pemimpin itu lahir dalam peperangan, dalam pergolakan. Bukan dalam perdamaian atau adem ayem di rumahnya belaka.
Walhasil, marilah kita tengok masa depan pendidikan kita yang kini digawangi oleh Yaqut Cholil Qoumas dan Nadiem Makarim. Dalam peluncuran program Moderasi Beragama pada 23 September 2021 lalu di Jakarta, keduanya mengundang artis Cinta Laura Kiehl untuk berpidato mewakili milenial. Keduanya nampak terkagum-kagum mendengar artis yang sering berpakaian seronok itu. Artis itu diantaranya menyatakan bahwa Tuhan tidak terbatas, manusia terbatas. Maka manusia tidak akan mampu memahami sepenuhnya maksud Tuhan. Bahaya yang masyarakat Indonesia alami saat ini, kata Laura, adalah mengatasnamakan Tuhan untuk kepentingan pribadi.