NASIONAL

MUI: Inses Hukumnya Haram dan Termasuk Dosa Besar

Jakarta (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui komisi fatwanya menyatakan bahwa hukum melakukan hubungan sedarah (inses) adalah haram dan termasuk dosa besar dalam Islam.

“Al Qur’an secara tegas melarang hubungan seksual dengan mahram seperti ibu, anak, saudara kandung dan lain-lain. Ia adalah hal yang tercela dan termasuk dalam kategori perzinahan yang diharamkan,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda dikutip dari MUIDigital, Senin (19/5/2025).

Kiai Miftah menambahkan, Allah SWT melarang umat Islam untuk mendekati zina, apalagi melakukan zina, karena itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.

“Zina dengan mahram (inses) jelas termasuk dosa besar, bahkan merupakan bentuk zina yang paling keji secara mutlak,” tegas Kiai Miftah.

Kiai Miftah menukil pernyataan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami yang menegaskan bahwa inses adalah bentuk zina yang paling berat secara mutlak.

“Dan bentuk zina yang paling berat secara mutlak adalah zina dengan mahram.” (Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir, 2/301).

Kiai Miftah mengungkapkan para ulama fiqih berbeda pendapat tentang bentuk hukumannya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa pelaku zina dengan mahram dihukum seperti pezina dengan wanita asing (bukan mahram).

Namun Imam Ahmad bin Hanbal -dalam satu riwayat- berpendapat bahwa hukumannya adalah hukuman mati, baik pelakunya sudah menikah (muhsan) maupun belum, dan hartanya diserahkan kepada Baitul Mal kaum Muslimin.

“Secara umum, hukum zina mahram adalah haram dan berdosa besar. Bagi pelaku belum menikah, dikenai hukum cambuk dan pengasingan, dan yang sudah berpasangan (muhshan) dikenai hukuman rajam atau hukuman mati menurut satu riwayat dari Imam Ahmad, sebagaimana hadis-hadis yang telah dijelaskan,” terang Kiai Miftah.

Kiai Miftah menjelaskan bila merujuk kepada hukum zina dalam KUHP (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023) Pasal 411 UU 1/2023: “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.”

Sementara itu, jika perbuatan tersebut disebarkan di media sosial, Kiai Miftah menegaskan bahwa dosa pelaku bertambah karena menyebarkan fitnah dan kemaksiatan secara terang-terangan.

“Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk bertaubat nasuha dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan ampunan Allah dan terhindar dari siksa di dunia dan akhirat,” tutupnya. [ ]

Artikel Terkait

Back to top button