NUIM HIDAYAT

Mungkinkah Non Muslim Menjadi Presiden?

Renungkanlah ayat Al-Qur’an di bawah ini,”Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS al Hajj 41)

Tugas pemimpin dalam Islam, pertama adalah menegakkan shalat. Maknanya di samping ia sendiri harus benar shalatnya –baik wajib maupun sunnah-, ia juga harus mengajak rakyatnya shalat. Apa hikmahnya Al-Qur’an menyatakan tugas pemimpin pertama adalah mengajak shalat? Ya. Karena hubungan dengan Yang Maha Pencipta adalah yang pertama dan yang terpenting dalam Islam. Bila seseorang hubungannya dengan Allah bagus, maka hubungan dengan manusia juga bagus. Misalnya Al-Qur’an melarang untuk mencuri. Maka bagi seorang yang Islamnya bagus, ia tidak akan mencuri. Meskipun tidak ada yang lihat ketika ia mencuri. Seorang mukmin menempatkan hukum Allah lebih tinggi daripada hukum yang dibuat manusia. Orang yang korupsi atau mencuri uang rakyat, menunjukkan bahwa orang itu lemah imannya.

Al-Qur’an menempatkan masalah keimanan di atas masalah ekonomi. Para pemimpin Indonesia dan dunia saat ini menempatkan masalah ekonomi di atas masalah keimanan. Lihat saja kalau presiden, gubernur dan lain-lain kampanye, tidak ada yang berani menyatakan bahwa saya akan mengatur negeri ini dengan Al-Qur’an, padahal dia Muslim. Kampanye standar. Mereka menyatakan akan menyejahterakan rakyat, membahagiakan rakyat dan seterusnya. Pemimpin-pemimpin Muslim mengikuti jejak pemimpin Barat yang ideologinya materialisme. Mereka Muslim, tapi pemikirannya ‘kosong’ dari Al-Qur’an.

Tugas pemimpin yang kedua, adalah memakmurkan rakyatnya. Ini tercermin dari al Quran yang menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah menunaikan zakat. Zakat dalam Islam bertujuan untuk memakmurkan rakyat. Zakat adalah menyucikan harta seseorang yang mungkin harta itu terciprat oleh hal-hal yang haram. Dengan sedekah, zakat dan wakaf maka kemakmuran rakyat akan tercapai. Dan ini harus dimulai dari pemimpinnya terlebih dulu. Maka dalam Islam, dilarang mengangkat pemimpin yang pelit.

Salah satu hal yang terpenting dalam kepemimpinan adalah masalah harta ini. Keberhasilan pemimpin dalam Islam, adalah zuhud terhadap harta. Lihatlah bagaimana sederhananya kehidupan Rasulullah saw. Padahal Rasulullah bila mau, bisa membangun istana dari emas seperti yang dilakukan Raja-Raja Persia dan Romawi. Pribadi Rasulullah yang zuhud harta ini dalam sejarah Islam, ditiru oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Umar bin Abdul Azis. Dua pribadi hidupnya sederhana, padahal saat itu kekayaan negara –Baitul Mal- melimpah ruah. Pemimpin yang hidup sederhana, tidak tamak harta, akan membuat rakyatnya dengan senang hati ramai-ramai membantu kemakmuran negara.

Salah satu kegagalan yang penting di dunia Islam adalah para pemimpinnya hidup bermewah-mewah. Pemimpin yang bermewah-mewah terhadap kehidupan dunia, menunjukkan pemimpin itu tidak peduli terhadap kehidupan rakyatnya. Mungkin ia peduli, tapi sangat minim kepeduliannya. Perhatian kemakmuran terhadap rakyatnya hanyalah sisa, setelah terpenuhi kemakmuran pribadi, keluarga dan partai/organisasinya.

Ketiga, tugas pemimpin dalam Islam adalah amar makruf nahi mungkar. Dalam surat Ali Imran 110 dinyatakan bahwa umat Islam akan menjadi mulia, bila melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Bila tidak melaksanakan amar makruf nahi mungkar, maka ia tidak menjadi mulia. Hebat konsep Al-Qur’an ini. Konsep ini mengkritisi bangsa Cina, Amerika, Jerman, Yahudi dan lain-lain yang menyatakan bahwa bangsanya lah yang hebat. Meskipun bangsa itu melakukan kejahatan besar. Konsep Al-Qur’an mengenai bangsa atau umat yang mulia, obyektif.

Maka kalau kini negeri-negeri Islam tidak menjadi mulia, karena para pemimpinnya –dari berbagai level- meninggalkan amar makruf nahi mungkar. Para pemimpinnya zalim, tidak berbuat adil. Amar makruf maknanya menyeru kepada semua yang diwajibkan oleh Allah dan RasulNya. Sedangkan nahi makruf maknanya menyeru kepada rakyat agar meninggalkan semua yang dilarang Allah dan RasulNya. Lihatlah di dunia Islam, pemimpinnya bermewah-mewah, menghukum para ulama/cendekiawan, membunuh orang-orang yang tidak bersalah dan lain-lain. Bila dunia Islam mau menjadi mulia, maka ia harus memberikan teladan dalam amar makruf nahi mungkar.

***

Ketegasan Al-Qur’an bahwa orang-orang Islam dilarang mengangkat pemimpin kafir, ini juga mendorong agar dari kaum Muslimin muncul pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Al-Qur’an seperti menyatakan jangan sampai lho kualitas pemimpin-pemimpin kafir itu lebih baik dari pemimpin Islam. Maka jangan heran Rasulullah saw menyatakan bahwa pemimpin yang adil itu jaminannya surge. Karena menjadi pemimpin adil itu sulit. Pemimpin cenderung zalim, mengutamakan kepentingan diri, keluarga atau organisasinya. Jarang pemimpin yang benar-benar perhatian terhadap umat/rakyat.

Jokowi dan Ahok berpendapat bahwa presiden di Indonesia boleh non Muslim, karena mereka tidak memahami sejarah terbentuknya negara Indonesia. Indonesia dibentuk dari gabungan kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan Samudra Pasai, Demak, Tidore, Banten, Maluku, Cirebon dan lain-lain. Maka jangan heran bila tokoh-tokoh Nasionalis Islam dalam perdebatan di BPUPK, senantiasa menyerukan pentingnya Islam sebagai landasan negara, pentingnya presiden harus orang Islam dan seterusnya. Karena hampir 90% penduduk Indonesia adalah Muslim. Kalau presidennya non Muslim, jelas ia tidak memahami detak jantung kaum Muslim. Ia mungkin bisa memberi kemakmuran jasmani, tapi ia tidak akan bisa memberi kebahagiaan ruhani. Padahal kebahagiaan ruhani itulah yang sebenar-benarnya disebut kebahagiaan.

Lihatlah bagaimana Ki Bagoes Hadikusumo menyampaikan pendapatnya dalam siding BPUPK,” … supaya negara Indonesia merdeka itu dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya mengharapkan akan berdirinya Negara Indonesia ini berdasarkan agama Islam. Sebab inilah yang sesuai dengan keadaan jiwa rakyat yang terbanyak, sebagaimana yang sudah saya terangkan tadi. Janganlah hendaknya jiwa yang 90% dari rakyat itu diabaikan saja tidak dipedulikan.

Saya khawatir apabila Negara Indonesia ini tidak berdiri atas agama Islam, kalau-kalau umat Islam yang terbanyak itu nanti bersikap pasif atau dingin tidak bersemangat, sebagaimana yang dikhawatirkan juga oleh Tuan Kiai Sanusi tadi. Tetapi saya mengharap janganlah sampai kejadian demikian.

Tuan-tuan! Sudah banyak pembicara yang berkata, bahwa agama Islam itu memang tinggi dan suci. Sekarang bagaimana kalau orang tidak mau diikat oleh agama yang sudah diakui tinggi dan suci, apakah kiranya mau diikat oleh pikiran yang rendah dan tidak suci? Kalau jiwa manusia tidak mau tertunduk kepada agama perintah Allah, apakah kiranya akan suka bertunduk kepada perintah pikiran yang timbul dari hawa nafsu yang buruk? Pikirkan dan camkanlah Tuan-Tuan!”. Wallahu azizun hakim.

Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Umat Islam Meraih Kemuliaan“.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button