NUIM HIDAYAT

Mungkinkah Syiah-Sunni Bersatu?

Mungkin. Tidak. Masing-masing kaum Muslimin berpendapat dengan alasannya.

Bila kita ingin meniru Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin, maka saat itu tidak ada aliran Sunni dan Syiah. Aliran itu ada setelah masa Khalifah Ali ra. Di zaman disrupsi ini, haruskah kita meneruskannya? Haruskah diantara kita saling mengkafirkan? Haruskah kita Sunni berbunuh-bunuhan dengan mereka Syiah?

Bila kita punya pengetahuan politik yang sedikit di Timur Tengah, maka Amerika (dan Israel) sebenarnya menggunakan isu Sunni dan Syiah untuk mengadu domba negara-negara Timur Tengah. Ingatkah anda ketika Iran mengadakan revolusi (dengan mengusir rezim Syah Reza Pahlevi agen AS), beberapa waktu kemudian AS melobi Irak untuk berperang dengan Iran?

Saudi yang merupakan kawan dekat Amerika terus menerus didorong ‘agen-agen AS’ untuk membenci dan memusuhi Iran. Saudi didorong terus untuk membenci Syiah. Kitab-kitab anti Syiah dibuat agar terus dua aliran ini saling membenci dan saling membunuh (lihat kasus di Pakistan, Irak dan lain-lain).

Dan itulah memang tujuan Amerika. Selalu menimbulkan konflik dan perang diantara kaum Muslimin. Untuk apa? Untuk mencoreng dunia Islam. Orang-orang Islam itu nggak bisa Bersatu lho. Selalu konflik. Mereka tidak bisa mengurus negara, mereka tidak pantas mengurus kehidupan. Kami lho Amerika, negara kafir, negara Kristen dan Yahudi yang bisa mengurus kalian semua. Kami lho negara kafir yang bisa menata kehidupan.

Selain itu Amerika ingin terus membuat konflik di Timur Tengah dengan isu Sunni Syiah ini. Untuk apa? Untuk apa lagi kalau bukan untuk ketenangan Israel. Jadi semua negara Timur Tengah kalau bisa tiap hari perang atau konflik, agar Israel tidak diganggu. Agar Israel aman membangun negaranya dan membangun teknologinya (termasuk nuklirnya).

Maka jangan heran Amerika selalu memasalahkan nuklir Iran. Dan ketika Irak punya kekuatan militer yang besar, yang mengancam Israel, Amerika langsung menghancurkannya. Lihat invasi AS yang dipelopori oleh George W Bush yang didukung kuat para pendeta di sekelilingnya tahun 2003. Invasi itu bukan hanya untuk mengeruk minyak Irak (karena Amerika buruh BBM besar, karena puluhan kapal induk dan ribuan pesawat terbangnya), tapi juga untuk menghancurkan potensi-potensi negara yang mengancam Israel. Israel dan Amerika adalah bagaikan anak dan bapak.

Kalau kita jujur, sebelum konflik Suriah akhir-akhir ini, telah terjadi pertemuan internasional ulama Sunni dan Syiah. Ulama Sunni meminta ulama Syiah menghentikan pengkafiran sahabat. Ulama Syiah ‘meminta’ ulama Sunni tidak mengkafirkan Syiah.

Sebenarnya Sunni dengan Syiah banyak persamaannya daripada perbedaannya. Beda dengan Kristen dan Yahudi. Sunni percaya kepada Allah dan para Nabi, begitu juga Syiah. Sunni percaya kepada Al-Qur’an, Syiah juga percaya kepada Al-Qur’an yang dipegang Sunni. Kalau anda tidak percaya, pergi saja ke Iran bandingkan Al-Qur’an Sunni dan Syiah sama atau tidak.

Maka jangan heran ahli tafsir Iran, Thabatabai ‘banyak’ dikutip ulama Sunni. Begitu juga pemikir Iran seperti Murtadha Mutahari dan Ali Syariati banyak dipelajari oleh kaum cendekia Sunni. Ali Syariati diakui sebagai sosiolog Islam yang diakui dunia. Salah satu pengagum Ali Syariati adalah Prof Amien Rais, pakar politik Timur Tengah. Ia pernah menerjemahkan buku bagus Ali Syariati berjudul “Tugas Cendekiawan Muslim.”

Salah satu ulama Sunni yang sangat dihormati kaum Syiah adalah Imam al Ghazali. Ulama-ulama Syiah banyak menjadikan Imam al Ghazali sebagai referensi.

Jadi perbedaan kita dengan Syiah, adalah di level sahabat. Sahabat Rasulullah sangat penting, tapi ingat mereka tidak ma’shum sebagaimana Rasulullah. Maka dalam sejarah kita melihat kadang ada konfliik di antara sahabat sendiri. Syiah sangat cinta Rasulullah Saw. Jadi bila anda katakan Syiah kafir, mereka akan marah. Atau anda katakana syiah agama bukan aliran/mazhab, mereka pun marah. Karena mereka –buku-buku mereka- banyak memuji Rasulullah Saw.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button