SUARA PEMBACA

Narasi Sesat di Balik Kebijakan Pajak

Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan kepribadian islami dalam dirinya, yakni kekuatan pola pikir dan pola sikap yang berlandaskan akidah Islam. Sehingga lahir seorang pemimpin yang memiliki kekuatan akal yang mumpuni, serta sikap kejiwaan yang baik, seperti sabar, tidak emosional, dan tidak tergesa-gesa. Pemimpin seperti ini niscaya akan mampu membuat kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariah. Alhasil, kebijakan yang lahir adalah kebijakan-kebijakan yang cerdas dan tepat yang mampu menyejahterakan rakyat.

Kekuatan kepribadian islami ini akan makin kokoh dibalut dengan takwa. Seorang pemimpin yang bertakwa akan berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin yang selalu cenderung pada ketaatan kepada Allah SWT niscaya selalu berjalan lurus dalam koridor syarak dan berupaya sekuat tenaga untuk menegakkan hukum Allah SWT di tengah rakyatnya. Sebab, ia sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di Hari Akhir nanti.

Semisal, dalam masalah pajak, penguasa akan mengenakan pajak hanya saat Baitulmal mengalami kekosongan. Pajak ini pun sejalan dengan syariah, yakni hanya berlaku sementara dan dipungut kepada kaum Muslim yang kaya saja. Saat masalah kekosongan Baitulmal sudah teratasi, pajak pun segera dihentikan.

Pemimpin yang melayani rakyat karena dorongan takwa niscaya akan menumbuhsuburkan rasa kasih sayang dan lemah lembut dalam diri penguasa terhadap rakyatnya. Ia tidak akan antipati kepada rakyat dan tidak akan membuat rakyat dibelenggu derita. Pemimpin seperti inilah yang dimaksud dalam sabda Baginda Rasulullah Saw, “Ya, Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi umatku, kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.” (HR Muslim).

Islam mewajibkan penguasa hanya menerapkan aturan Islam saja. Allah SWT pun mengancam penguasa yang melanggar aturan Allah SWT dan berhukum selain dengan hukum Allah SWT dengan sebutan orang-orang kafir (QS Al-Maidah [5]: 44), orang-orang zalim (QS Al-Maidah [5]: 45), dan orang-orang fasik (QS Al-Maidah [5]: 47).

Inilah profil pemimpin yang lahir dalam naungan Islam. Mencintai rakyat dan dicintai oleh rakyatnya. Sungguh kontras dengan pemimpin yang lahir dalam naungan demokrasi-kapitalisme. Alih-alih mencintai rakyat, justru makin membebani rakyat dengan segunung pajak dan problematika. Sungguh, tidakkah kita merindukan pemimpin saleh dalam naungan Islam ini? Wallahu’alam bissawab.

Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button