Nasib FPI dan Kualitas Demokrasi Kita
Di sini pengkajian seksama sangat diperlukan. Tak hanya stigma tanpa klarifikasi. Semua sama di depan hukum dan diberi ruang sama oleh negara. Jangan sampai ada kesan, negara milik satu golongan besar dan cepat mencakar siapa yang tak sejalan.
Segala dendam dan intrik politik demi kepentingan sewaktu-waktu harus dihapuskan, karena tak sesuai asas kekeluargaan yang lama terpelihara. Merangkul yang berbeda dan berjalan dengan senada. Tentu bukan hanya sekedar jargon belaka.
Kita tengah menghadapi masalah akut yang tengah saya ngancam disintegrasi bangsa. Korupsi misalnya masih menjadi topik yang sedang tren, yang mirisnya banyak lahir dari kader partai yang akan membina negara.
Apa tidak lebih baik tentang hal itu. Belum lagi degradasi moral dan krisis kejujuran elemen bangsa. Pun angka kriminal yang dilakukan lintas profesi dan individu.
FPI bisa shalat, itu pasti. Tetapi selama ini, bukankah gerakan mereka jujur bukan demi hal yang fana belaka. Tak formalitas dan main mata demi dapat jatah kursi kekusaan.
Ada suara di lapangan yang mereka bawa. Musuh mereka bukan negara, Polisi, TNI, apalagi Presiden. Catatan perjuangan yang jelas ditulis: musuhnya adalah kebatilan. Apa pun rupanya. Artinya, negara pun pasti memusuhi itu. Rupanya bisa para mafia, koruptor, dan penjahat bangsa.
Sampai di sini, agak miris kalau FPI diserang dengan banyak kasus dan menggulung. Lalu, dibubarkan begitu saja.
Seolah mereka musuh negara yang tak punya peran demi bangsa yang amat dicintai ini. Padahal medan juang mereka sejalan dengan konstitusi. Kalaupun ada yang berlebihan, apa yang tidak lebih baik terbuka dialog terbuka agar rakyat tahu akan ke mana dan apa yang sedang mereka perjuangkan?
Signifikasinya akan terlihat. Melindungi hak sipil bersuara dan berkelompok. Insyaallah akan meningkatkan kualitas demokrasi kita yang masih marak dengan politik uang. Bagaimana, setuju? []
Pandeglang, 1/1/2021
Mahyudin An-Nafi