Negeri ‘Budeg’ dan ‘Gendeng’
Apalagi, balik lagi ke kementerian-kementeriannya di Kabinetnya, banyak yang merangkap menjadi pengusaha. Lah, adagium “Penguasa dan Pengusaha” bukan sembrono dan sembarang kebohongan, tetapi sudah menjadi keniscayaan yang membuat para pelaku yang menjabat menterinya bak konglomerasi korporasi yang konspirasi jaringan bisnisnya mengoler-ngoler di mana-mana dan ke mana-mana sampai ke negeri China Tiongkok, negeri leluhur para konglomerat Sembilan Naga, yang katanya 82% sudah menjadi penguasa ekonomi negeri ini.
Itu para menterinya lho, bagaimana dengan Kepala Menterinya? Yang paling tinggi memegang kekuasaan pemerintahannya?
Itulah biang kerok, ketok dan biang kedok negara ini apakah memang hendak digiring menjadi negara oligarki: negera yang hanya diurus segelintir orang hanya untuk kepentingan segelintir sekelompok, bukan untuk kepentingan 260 juta populasi penduduk Indonesia?
Dan, menjelang transisi demokrasi Pemilu dan Pilpres 2024, “Raja Oligarki” ini juga sedang cawe-cawe —saking otoritarianisme otoriter kekuatan dan kekuasaannya—menghalalkan keberpihakannya kepada hereditas, koloni dan boneka kekuasaannya demi mempertahankan status quo pemerintahannya kelak kemudian hanya demi propaganda pembangunannya seolah atas nama dan istilah sebagai keberlanjutan dan kesinambungannya yang dianggapnya sukses?
Malah, jika penulis mengartikulasikan makna keberlanjutan dan kesinambungan itu akan sama budeg dan gendeng nya dengan situasi dan kondisi negeri ini. Maka, penulis sudahi dan akhiri saja yah! Wallahua’lam Bishawab.
Mustikasari-Bekasi, 22 Juni 2023.
Dairy Sudarman, Pemerhati politik dan kebangsaan.