SUARA PEMBACA

Negeri Tambal Sulam

Pembelanjaan yang diwajibkan syara’ atas Baitul Mal dan kaum Muslim, dalam kondisi-kondisi tertentu sebagai berikut:

  • Pembelanjaan terhadap orang-orang fakir. Jika Baitul Mal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir maka diwajibkanlah pajak sesuai kadar kebutuhan ini tanpa tambahan, dan pajak itu diwajibkan bagi orang-orang kaya. Hal itu karena pembelanjaan terhadap orang-orang fakir bukan hanya wajib bagi Baitul Mal saja, akan tetapi juga wajib bagi kaum Muslim.
  • Pembelanjaan atas jihad. Jika Baitul Mal tidak cukup untuk menutup kebutuhan-kebutuhan jihad maka diwajibkan pajak sesuai kadar kebutuhan ini tanpa tambahan. Wajib bagi baitul mal dan kaum muslim. Misal, pembelanjaan untuk gaji tentara.
  • Pembelanjaan untuk pegawai negara, hakim, guru dan semua pihak yang memberikan khidmat kepada negara untuk mengurus kemaslahatan kaum Muslim. Jika dana di Baitul Mal tidak ada, maka kewajiban tersebut berpindah ke pundak kaum Muslim, melalui pajak.
  • Pembelanjaan untuk membangun rumah sakit di kota, yang di situ tidak ada rumah sakit lainnya dan bisa menyebabkan dharar jika tidak dibangun. Maka ketika Baitul Mal tidak cukup untuk pembangunan rumah sakit itu, diwajibkan pajak sesuai kadar kebutuhan ini tanpa tambahan, dan diwajibkan atas orang-orang kaya.
  • Pembelanjaan yang hanya wajib bagi Baitul Mal dan tidak wajib bagi kaum Muslim, maka ini tidak dibelanjakan atasnya kecuali jika ada di Baitul Mal harta yang mencukupi. Adapun jika tidak ada maka tidak diwajibkan pajak untuk keperluan itu, akan tetapi ditunggu sampai ada harta di Baitul Mal.

Hal itu seperti belanja untuk salah satu kemaslahatan kaum Muslim di mana kaum Muslim tidak mengalami dharar dikarenakan tidak adanya kemaslahatan itu. Misalnya pembukaan jalan kedua sementara jalan lainnya ada. Atau pembukaan rumah sakit kedua sementara ada rumah sakit lain.

Adapun keberadaan pajak tidak diwajibkan kecuali terhadap orang-orang kaya saja, hal itu karena pajak tidak diambil dari individu kecuali dari kelebihan pemenuhan kebutuhan pokok dan pelengkap secara makruf. Siapa saja dari kaum nuslim yang memiliki kelebihan dari pemenuhan kebutuhan pokoknya dan kebutuhan pelengkap maka darinya diambil pajak.

Sedangkan bagi yang tidak punya sesuatu setelah pemenuhan ini maka darinya tidak diambil sesuatupun. Pajak tidak diambil dari orang fakir, tidak juga dari warga non muslim. Hal itu karena sabda Rasulullah saw: “Shadaqah yang paling baik adalah yang berasal dari orang kaya”. (HR al-Bukhari dari jalur Abu Hurairah)

Pajak tidak diwajibkan kecuali sesuai kadar kebutuhan dan kecukupan adalah karena nas-nas syara’ memperbolehkan mengambil pajak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan golongan tertentu. Inilah yang dikecualikan dari larangan mengambil harta individu tanpa kerelaannya. Karena itu, wajib berhenti pada batas yang dinyatakan di dalam nas-nas, dan jika tidak maka merupakan kezaliman.

Pemasukan Baitul Mal adalah: fay’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah. Demikian juga pemasukan kepemilikan umum dengan berbagai jenisnya, pemasukan kepemilikan negara, usyur, khumus rikaz, barang tambang, harta zakat. Dan pada dasarnya pemasukan Baitul Mal cukup untuk pembelanjaan wajib.

Dengan begitu, terjadinya defisit keuangan untuk menutupi pembelanjaan, merupakan perkara yang kemungkinannya kecil sekali terjadi. Biaya pelayanan publik akan ditiadakan. Rakyat berhak atas layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Penguasa dalam Islam memberikan layanan terbaik bagi rakyat.

Inilah kebaikan sebuah negeri yang mengemban akidah Islam sebagai asas pengaturan negara. Berbeda jauh dengan rakyat negeri tambal sulam. Di negeri ini persoalan rakyat tidak akan pernah tuntas, bahkan terus muncul persoalan baru. Sebab permasalahan yang ada, tidak diselesaikan dengan solusi sahih. Akan tetapi ditutupi dengan persoalan baru. Wallahu ‘alam.

Lulu Nugroho
Muslimah Penulis dari Cirebon

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button