SUARA PEMBACA

Netanyahu-Trump Putus Hubungan: Gambaran Rapuhnya Persatuan Musuh Islam

Laksana senyum manis yang berubah jadi tamparan dingin, hubungan erat antara pemimpin Amerika Serikat dan Israel menunjukkan retakan tak terduga.

Seperti dilansir pada akun sosial media X pribadi Yanir Cozin, seorang koresponden Radio Angkatan Darat Israel, pada kamis, 08 Mei 2025 lalu. Ia membeberkan bagaimana keputusan pemimpin negara Amerika Serikat, Trump memutuskan hubungan langsung dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Keputusan cerainya hubungan tersebut lantaran setelah seorang sekutu dekat Trump mengungkapkan kepada Menteri Urusan Strategis Israel, Ron Dermer, bahwa Presidem Amerika serikat tersebut meyakini Netanyahu telah mempermainkannya secara politis.

Menurut Cozin, hal ini diperburuk dengan alasan seperti kegagalan Israel dalam menyajikan rencana dan jadwal konkret mengenai Iran dan Houthi Yaman.

Selain itu, Koresponden Radio Angkatan Darat juga menyoroti bahwa pemerintahan Netanyahu belum mampu mengajukan proposal yang konkret mengenai penanganan situasi di Gaza, yang berimbas adanya sebuah kekosongan arah yang semakin memperlebar jarak di antara kedua sekutu itu.

Siapa yang benar-benar terkejut dengan keretakan hubungan Trump-Netanyahu ini? Karena memang seperti itulah tabiat orang-orang kafir, musuh islam. Mereka membangun ikatan yang hanya berdasar pada kepentingan masing-masing.

Meski pernah menunjukkan kedekatan dan bersatu untuk melawan Islam, tapi mereka tetap mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri. Tabiati katan antara pemimpin kafir tersebut, sebenarnya Allah Swt sudah menggambarkan dalam dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 14, ”Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat, kamu kira mereka itu bersatu, sedangkan hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”

Dalam Surah Al-Hasyr ayat 14 inilah, Allah SWT menggambarkan bagaimana rapuhnya persatuan pemimpin kaum kafir yang ada pada masa pemerintahan Rasulullah Saw, yakni saat Yahudi Bani Nadhir bersekongkol dengan kaum munafik di Madinah untuk menghadapi Daulah Islam. Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik, sempat berjanji akan membantu Bani Nadhir jika mereka diusir dari Madinah. Namun, janji tersebut ternyata hanya tipu daya belaka.

Jelas, adakah yang lebih rapuh dari persatuan yang dibangun atas dasar kepentingan sesaat? Al-Qur’an dan fakta sejarah telah berbicara, bagaimana persatuan orang-orang kafir dalam memusuhi Islam tak pernah benar-benar kokoh. Apa yang tampak sebagai persaudaraan hanyalah ilusi semata, sementara di baliknya, hati mereka mudah tercerai-berai, karena tidak ada yang menyatukan mereka selain hitungan untung dan rugi. Ikatan semacam ini, yang hanya bertumpu pada manfaat duniawi, sejatinya tak lebih dari benang rapuh yang mudah putus kapan saja. Layakkah ikatan seperti itu dijadikan dasar bagi kebersamaan sejati?

Hal ini tentu sangat kontras dengan persaudaraan yang berakar pada ikatan akidah Islam. Ikatan semacam ini tidak dibangun atas dasar untung-rugi, melainkan atas dasar ketaatan dan pencarian keridaan Allah SWT semata. Akidah islam akan melahirkan solidaritas yang kokoh, yang tak lekang oleh ujian, bahkan ketika persatuan itu justru menghadirkan risiko atau mudarat bagi pribadi yang menjalaninya. Sejarah Islam mencatat begitu banyak kisah, dari Rasulullah hingga para sahabat, yang menunjukkan betapa kuatnya simpul persaudauraan yang mereka bangun, dan lagi-lagi bukan karena kepentingan, tapi karena iman.

Lalu apa yang dibutuhkan hari ini? Tentunya, kita perlu untuk membangkitkan kesadaran bahwa umat Islam sesungguhnya memiliki kekuatan besar sebagai umat terbaik, asalkan kekuatan itu dibangun di atas akidah yang benar, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat. Umat harus disadarkan akan modal besar yang mereka miliki. Modal yang jika digerakkan dengan benar, akan mampu mengguncang dan meruntuhkan kekuatan musuh-musuh Islam.

Sudah semestinya seluruh elemen umat, dari rakyat kecil hingga pemegang kekuasaan, miskin maupun kaya, tua atau muda, ulama maupun orang awam, bersatu dan saling menguatkan, mengerahkan seluruh daya dan hidupnya demi satu tujuan: menegakkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, secara kaffah.

Oleh karena itu, sangat diperlukan keberadaan jamaah dakwah Islam yang berpijak pada akidah ideologis di tengah-tengah masyarakat. Jamaah inilah yang nantinya akan membimbing umat, mengarahkan langkah mereka agar berjalan di atas jalan perjuangan yang telah ditempuh Rasulullah Saw.

Umat harus disadarkan bahwa jika mereka ingin kembali menjadi umat terbaik, maka persatuan di atas dasar akidah adalah syarat mutlak yang tak bisa ditawar.[]

Saniyyah, Mahasiswa ITS Surabaya.

Artikel Terkait

Back to top button