Nilai Kerukunan Beragama di DKI 2017-2021 Turun: Ketua FKUB Sebut Surveinya Anomali, Kata Netizen Masih Gagal Move On
Mengenai hasil survei KUB di DKI Jakarta yang diduga dipengaruhi konstelasi politik, Prof Dede berpesan kepada elite-elite politik agar dikurangi tensi saling silang pendapat yang dibuka secara umum kepada publik. Namun, semua media banyak di Jakarta, perdebatan elite politik dipertontonkan media, sementara masyarakat melihat media.
“Kepada tokoh elite politik nasional yang sifatnya silang pendapat jangan dipertontonkan kepada publik,” jelas Prof Dede.
Di samping itu, Prof Dede menyarankan agar Pusat Litbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag mengganti sampel dan indikator dalam survei KUB. Sarannya indikator dibatasi dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006.
Dia menyarankan, sampel surveinya orang yang memang bergerak di bidang kerukunan seperti aktivis ormas keagamaan, daripada mengambil sampel dari masyarakat yang berada di pasar. Jadi surveinya sebaiknya ke mereka yang terlibat proses membangun kedamaian di masyarakat.
“Orang masjid dan gereja tahu membangun kerukunan, kalau orang di pasar mungkin tidak tahu, saya tidak menyalahkan siapa siapa, mungkin sampelnya (sebaiknya) yang terkoneksi kepada substansi yang diteliti,” kata Prof Dede.
Menanggapi hasil survei Kemenag itu, akun facebook Mufaqih Johansyah Roben, berkomentar, “Memangnya di Papua umat Islam gampang membangun masjid? Tapi hasil survei masuk 10 besar tertinggi. Itu survei abal-abal.”
Sedangkan Didi Abinya Ahsan mengatakan, “Pasti yang masih gagal move on, junjungannya gagal jadi gubernur yang selalu bikin provokasi.”
red: a.syakira