Obat Islamofobia
Saat ini, Islamofobia terus menjangkiti masyarakat bak penyakit menular yang terus mewabah. Bahkan tidak hanya di negeri barat yang notabennya Islam sebagai agama minoritas, namun juga di negeri-negeri umat Islam seperti di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Secara bahasa, Islamofobia berasal dari dua kata, yaitu Islam dan fobia. Sedang fobia sendiri di dari sisi kesehatan termasuk penyakit kecemasan, dan lebih spesifik dimaknai sebagai ketakutan yang berlebihan terhadap sesuatu hal atau fenomena. Maka jika ditarik maknanya, istilah islamofobia bermakna sebagai prasangka atau ketakutan yang tidak wajar terhadap Islam dan kaum muslimin.
Di Indonesia sendiri, Islamofobia bahkan semakin menggejala tak terkendali sejak era pemerintahan Pak Jokowi. Terlebih di jilid dua pemerintahan ini. Sejak pengangkatan dan pelantikan menteri sudah ada arahan kerja dari presiden untuk menggerakkan anti radikalisme. Berbagai kebijakan pun ditelorkan, dalam rangka menabuh genderang perang, melawan radikalisme.
Sayangnya, perlawanan anti radikalisme ternyata nampak jelas hanya ditujukan untuk umat Islam. Nampak dari program-program yang dimunculkan hanya menyasar Islam. Maka wajar jika banyak pengamat, Fadli Dzon misalnya menyimpulkan bahwa rezim ini sedang terkena virus Islamofobia.
Gejala Virus Islamofobia
Islamofobia yang menjangkiti penguasa saat ini terlihat dari berbagai program, kebijakan, bahkan pernyataan yang diungkapkan. Misal, tak lama setelah dilantik sebagai menteri agama, Fachrul Razi langsung mewacanakan pelarangan hijab dan celana cingkrang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Bahkan, ASN kini mendapat ancaman diberhentikan bila terbukti terpapar radikalisme. Hal tersebut tertuang pada penandatanganan SKB 11 instansi pemerintah tentang penanganan radikalisme pada ASN.
Kebijakan berbau islamofobia pun sudah dibuat oleh kementerian agama. Sebut saja sertifikasi penceramah, majlis ta’lim harus terdaftar, hingga revisi buku ajar agama. Hal ini pun didukung oleh bapak wakil presiden, dimana beliau menguatkan bahwa pendataan majelis ta’lim adalah untuk mencegah radikalisme. Bahkan, wapres terus mewacanakan agar polisi dan pemerintah melakukan pengawasan terhadap masjid. Memperingatkan masjid yang diduga dakwahnya mengandung ujaran kebencian. Yang lebih parah lagi, PAUD pun dianggap sudah terpapar radikalisme.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Polhukam) pun turut bicara. Mendefinisikan radikalisme dengan tiga kriteria. Bahkan sempat melontarkan pernyataan bahwa masak anak SD kelas 5 tidak mau jalan dengan lawan jenis, dan menyebut ini adalah gejala radikalisme. Bahkan sebelum beliau menjadi menteri sempat hampir menamatkan karier seorang calon akmil, Enzo Allie hanya karena ia berfoto memegang bendara tauhid.
Belum lagi perlakuan pemerintah terhadap pendakwah Islam. Mulai dari persekusi, dikriminalisasi hingga dihukum penjara. Sebut saja Ustadz Abdul Somad yang diboikot hingga dipersekusi saat akan ceramah. Gus Nur yang baru saja divonis 18 bulan penjara. Habib Rizieq Shihab yang sampai sekarang belum bisa kembali ke negeri asalnya. Ustadz Alfian Tandjung yang masih menghabiskan dua tahun penjara di usia rentanya. Berikut banyak ulama-ulama lain yang memang dipermasalahkan atas ceramah yang disampaikannya.