OBOR, Proyek Besar untuk Indonesia?
Indonesia kembali membuka diri pada proyek OBOR (One Belt One Road) yang diinisiasi oleh China. Proyek yang dikenal dengan jalur sutra ini diprakarsai oleh China untuk mengulang kembali sejarah kejayaannya pada zaman dahulu.
Pada tahun 2013, Presiden China, Xi Jinping, mengumumkan gagasan OBOR yang merupakan inisiasi strategi geopolitik China dengan pemanfaatan jalur transportasi dunia sebagai jalur perdagangan yang tersebar di kawasan Eurasia. Visi dari OBOR itu sendiri ialah meningkatkan kesejahteraan dan perwujudan modernisasi China di tahun 2020 dengan meningkatkan intensitas perdagangan dengan penyediaan fasilitas infrastruktur, baik darat maupun laut, yang memadai di seluruh kawasan yang ditargetkan.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) OBOR pada 14-15 Mei 2017 di Beijing, China, diadakan pertemuan 29 kepala negara dan 50 delegasi dari negara anggota OBOR. Pertemuan tersebut membahas kerjasama ekonomi dan pengembangan proyek infrastruktur. Cina juga sudah menawarkan rancangan Framework Agreement untuk bekerja sama di Kuala-Tanjung, Sumatra Utara untuk kemudian diteruskan pada daerah lain di Indonesia.
Indonesia melihat hal ini sebagai peluang baru untuk membangun terciptanya infrastruktur di berbagai daerah meskipun harus membiayainya dengan modal utang kepada China. Meskipun China telah menyatakan bahwa OBOR ditujukan untuk membantu negara-negara lainnya, namun sangat jelas bahwa ini tidak lebih merupakan suatu kebijakan sebagai langkah awal bagi China untuk menjadi kekuatan hegemoni global. Hal yang jelas kita lihat sebagai dampak dari implementasi kebijakan ini adalah tenaga kerja Cina deras memasuki negeri ini. Ini jelas sangat merugikan Indonesia. Pekerja lokal, buruh kasar sekalipun, terpinggirkan nasibnya di negeri sendiri.
Bagi China ada beberapa keuntungan besar dengan adanya proyek OBOR ini. Pertama dana utang yang diberikan oleh Cina kepada negara-negara lain tetap produktif. Kedua, tersedianya lapangan kerja baru untuk tenaga kerjanya yang juga melimpah. Ketiga, memperkuat pengaruh Cina dalam geopolitik global. Adapun bagi Indonesia dan negera yang telah melakukan kerja sama, lebih banyak ruginya. Hal itu tampak dari beberapa jebakan yang sudah disiapkan China untuk mencengkeram negara tujuan kerja sama OBOR, antara lain:
Pertama, pinjaman itu tidak gratis. Proyek-proyek tersebut mempersyaratkan kerjasama dengan perusahaan China. Alat mesin, barang-barang produksi, semua dari Cina, serta yang lebih penting lagi melibatkan tenaga kerja. Selain membanjirnya tenaga kerja Cina, proyek OBOR juga banyak menimbulkan petaka bagi negara bantuan. Fenomena ini disebut sebagai jebakan utang China. The China’s Debt Trap.
Kedua, gagal bayar proyek diserahkan ke China. Pemerintah Srilanka terpaksa menyerahkan pelabuhan laut dalam Hambantota karena tidak bisa membayar utangnya. Banyak pengamat yang mengkhawatirkan di bawah kendali Cina, pelabuhan itu akan dipergunakan sebagai pangkalan kapal selam untuk mengontrol kawasan di Samudera Hindia, dan Laut Cina Selatan. Di Afrika, Cina juga berhasil mengambil-alih sebuah pelabuhan di Djibouti karena tidak bisa membayar utang.
Ketiga, wilayah jajahan baru. Pemerintah Indonesia jika tidak paham upaya kolonialisasi China melalui OBOR, serta tidak menyiapkan diri menolaknya maka nasib Indonesia bisa saja sial. Indonesia hanya akan menjadi keran bahan baku bagi produsen-produsen global. Kondisi tersebut dengan praktik VOC atau Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda jilid II.
Keempat, penguasaan SDA dan ekonomi. Jika OBOR dibiarkan, dalam jangka waktu ke depan, Indonesia berpotensi besar dalam orbit ekonomi China. Terkurasnya kekayaan alam Indonesia, banjirnya produk Cina hingga mematikan produk lokal, menyempitnya lahan dan lapangan pekerjaan bagi anak bangsa ini, bisa terjadi. Indonesia yang kaya, akan menjadi miskin, pengangguran tidak teratasi maksimal, dan bahaya krisis lahan ekonomi untuk rakyat, akibat ekspansi ekonomi Cina.
Inilah harga yang harus dibayar ketika kita menerapkan sistem demokrasi dimana pemimpin memutuskan segala sesuatu bukan berdasarkan kepentingan rakyat tapi hanya demi kepentingan segelintir orang saja. Ancaman terbesar Indonesia yaitu tergadainya negeri ini dalam jebakan utang dan hegemoni asing penjajah. Bukankah Indonesia ini negeri yang kaya sumber daya alam dan manusianya? Seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan rakyatnya dan dikelola secara mandiri. Hal yang paling penting yaitu mengelola negeri ini dengan syariah yang telah Allah turunkan dan tidak membiarkan orang-orang kafir menjajah dan menguasai kembali kehidupan umat Islam, menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan maka insyaAllah kemakmuran dan kesejahteraan akan Indonesia dapatkan.
Dwi Ratna
(Mahasiswa Fisika FST Unair)