Omnibus Law, Politik Hukum Indonesia, dan Keadilan Sosial
ISLAMIC LAW SYSTEM
Dalam sistem hukum Islam, fungsi penguasa sangat jelas.
Dalam kaitan dengan persoalan pokok diatas, yaitu seberapa besar penguasa mendapatkan kewenangan dalam menjalankan kekuasaan.
Maka dalam sistem Islam, penguasa adalah pemegang amanah, bukan sosok yang bisa berbuat sewenang wenang dalam menyelenggarakan kekuasaannya.
Penguasa terikat dengan hukum hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Kekuasan pemimpin dalam sistem Islam, dibatasi oleh kewajiban-kewajiban untuk menjaga agama, menjaga jiwa dan badan, menjaga kehormatan dan keturunan serta menjaga harta.
Pempimpin terikat untuk menjaga ketertiban umum dan menjamin keadilan sosial. Melalui kebijakan-kebijakannya.
Pemimpin juga terikat untuk melindungi kaum mustadafin yang terpinggirkan melalui kebijakan kebijakan yang melindungi mereka.
Nabi Muhammad Saw pada periode dakwahnya menggerakkan proses perubahan pada diri bangsa Arab dari masyarakat yang jahiliyah menuju umat yang Islami. Dari kondisi kegelapan menuju kondisi yang terang benderang. Serta dari kondisi tertindas (mustadhafin) oleh struktur politik Kafir Quraisy untuk menjadi umat yang terbebas dari berbagai bentuk penindasan dan diskriminasi. Misi ini pula yang telah dibawa oleh para Nabi sebelumnya.
Semua utusan Allah digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai pembela kaum mustadhafin untuk menghadapi al-mustakbirin, seperti Musa yang digambarkan sebagai pembebas bangsa Israel dari penindasan raja Fir’aun, sebagaimana frman Allah:
“Dan Kami hendak memberi karunia bagi orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi.” (Q.S. 28:5).
Nabi Muhammad Saw diperintahkan oleh Allah SWT ke dunia untuk membebaskan masyarakat Arab dari krisis moral dan sosial.
Secara tegas beliau berani memberantas praktik-praktik akumulasi kekayaan yang diperoleh secara ilegal (baca: KKN) oleh konglomerat Arab saat itu. Dan gerakan reformasi nabi itulah yang kemudian membuat kadir Quraisy berang dan merasa terancam kepentingannya.
Sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot dari hubungan kerja dan pergaulan.
Rasulullah Saw menyatakan bahwa kepemimpinan bisa jadi penyesalan di hari kiamat. Beliau berkata kepada Abu Dzar terkait kepemimpinan, “Sesungguhnya (kepemimpinan)itu adalah amanah. Pada hari kiamat ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi mereka yang menunaikan amanah tersebut sesuai haknya dan menjalankan kewajibannya.” (HR Muslim)
Secara umum, kisah kaum mustadhafin dalam Al-Qur’an menghadirkan tiga kutub: pertama, kekuatan penindas (mustadhafin), kedua, kelompok yang tertindas dan lemah (mustadhafin), dan ketiga, kekuatan pembebas dan pembela kaum penindas dalam membela kaum penindas. Yang terakhir adalah kekuatan yang dipimpin dan dipelopori oleh para nabi dan utusan Tuhan.
Ini menunjukkan, sejak semula kehadirannya agama-agama besar dunia memang berwatakk subversif terhadap kekuasan yang ada di sekitarnya. Karena memang demikianlah cita agama dirumuskan, mengubah tata nilai lama yang bobrok dan menindas dengan tata nilai baru yang humanis dan memihak kaum lemah. Dalam Al-Qur’an, istilah mustadhafin sendiri tidak hanya terbatas pada golongan orang yang tertindas dan lemah secara ekonomi saja, tetapi juga sosial maupun politik
Meskipun kaya-raya adalah sunnatullah, Islam mengecam mereka yang selalu menumpuk harta kekayaan, sedangkan disekelilingnya terhampar pemandangan orang miskin, fakir dan anak yatim yang bergelimpangan. Surat al-Ma’un merupakan contoh konkrit bahwa orang yang menolak ajaran keharusan menegakkan keadilan sosial sebagai pendusta agama. Taruhan yang sangat berani, karena Islam langsung menjustifikasi mereka sebagai seorang pendusta agama.
Islam mendorong pemeluknya untuk membela kelompok-kelompok marginal, kelompok-kelompok yang disingkirkan sejarah, mereka yang tertindas dan dilemahkan oleh struktur yang tidak adil.
Allah sendiri bersama orang-orang yang tertindas dan berjanji akan mengangkat mereka menjadi para pewaris bumi jika sabar dan terus berjuang. QS al-Qashash (28: 5) menyatakan: “Dan kami akan memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi itu dan akan menjadikan mereka pemimpin dan orang-orang yang mewarisi bumi.”
Karena itu, jika kita ingin didampingi Allah dalam hidup kita, marilah kita berjuang membela yang lemah, yakni mereka yang ditindas dan diperlakukan tidak adil.