Orang Gila Sesungguhnya Kata Nabi
Tadi pagi aku ketemu orang gila, begitu orang menyebutnya. Walau bagiku sebutan itu terlalu kasar, kurang sreg dan terlalu menghakimi. Maka biar tak terlalu kasar sebut sajalah ODGJ (Orang dalam Gangguan Jiwa).
ODGJ itu tengah duduk dipinggir gang dengan baju awutan dan kondisi tubuh yang juga menyedihkan. Dia meracau dan tertawa. Tak memperdulikan siapa yang lewat di sana. Dia bahagia menurut versinya.
Aku yang lewat ke sana sempat mengelus dada, ada rasa yang retak di jiwa. Ya Allah, betapa berat ujian yang dirasakan. Tak hanya untuknya, pasti anggota keluarganya juga. Aku tahu karena pernah punya pengalaman menghadapi orang demikian.
Begitu terbesit untuk memberi dia uang. Padahal dipikir-pikir untuk apa coba, bukannya dia juga tak tahu dengan nominal uang.. kan kurang waras!
Tapi harap itu terus menggebu hingga memaksa untuk kembali dan mendatangi si ODGJ. Sejenak aku diam dan tatap dia, dan kuberikan uang tak seberapa pada tangannya. Aku pikir dia juga gak bakal tak peduli.
Betapa aku terkaget! Dia menerima uang tak seberapa itu dan mengucapkab kata “terima kasih”. Sederhana. Tapi cukup sudah membekas di alam rasa. Setelah itu dia melanjutkan aktivitasnya ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Tak peduli sama aku yang berdiri memadangnya.. betapa jauh dunia kami.
Sepanjang perjalanan aku teringat firman Allah di surat At-tin ayat ke 4-5, yang mana guruku menerangkan bahwa manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya ciptaan, kemudian dikembalikan pada serendah-rendahnya derajat. Yaitu dicabutnya akal dan nalar kemanusiaannya. Saat itu, tak ada beda seperti binatang jelata. Harga diri pun amblas ke mana!
Tetapi ada hal miris di tengah masyarakat terhadap orang ODGJ itu sering jadi bahan guyonan, tertawaan, siksaan, ada juga yang menjadi bahan pelecehan untuk memuaskan nafsu mereka yang tak punya moral.
Miris banget. Sampai ada yang melahirkan karena laku orang-orang yang mengedepankan syahwat daripada otak atau setidaknya nurani.
Rasanya kita perlu belajar dari Rasulullah terkait sikap kita terhadap orang yang disebut gila. Dikisahkan di zaman Rasul ada orang gila yang tengah ditertawakan. Para sahabat ada di sana. Ketika Rasul dipinta pendapatnya, rasul pun mengatakan dia bukan gila tetapi orang yang tengah mendapatkan ujian dari Allah. Di mata Rasul orang gila itu mereka yang sombong, ingin ke surga tapi amalnya neraka, merasa besar diri dan menganggap orang lain hina. Sejatinya itulah orang gila yang menjadi sampah di tengah kita. Lucunya mereka tak sadar dan kita juga tidak tahu.
Ya, gila kadang hanya dipahami pada akal yang hilang. Padahal gila bisa jadi disematkan pada siapa saja yang menutupi nurani demi nafsu sesat, mengejar sesuatu hingga membuat iman sekarat atau tertawa di atas penderitaan orang lain.. ya Allah, semoga kita bukan bagian dari orang gila sesungguhnya. Wallahu a’lam. []
Pandeglang, 16/3/21
Mahyu An-Nafi