Overdosis Penanganan Radikalisme
Mungkin di Indonesia negeri muslim terbesar ini sedang terpapar Islamophobia radikal seperti yang dikembangkan di sebagian penduduk negara Eropa dan Amerika dengan menyebar stigma setiap kesetiaan yang kuat pada Islam sebagai radikal?
Mungkinkah program deradikalisasi diperalat kaum radikal liberal, sekuler, pemuja HAM, dan pendukung LGBT untuk menyerang kelompok Islam istikamah yang dianggap penentang paling besar atas penyebaran paham dan perilaku mereka? Atau mungkinkah sebagai palu godam pemukul bagi para penentang gerakan yang ingin mengembalikan Pancasila kepada Pancasila Sila satu Juni 1945 yang bisa diperas menjadi Trisila dan Ekasila.
Sebagaimana yang dinyatakan Puan bahwa masyarakat Sumbar dianggap belum menerima negara Pancasila hanya karena Partainya belum menang di sana. Demikian pula seperti pernyataan ketua BPIP bahwa musuh terbesar Pancasila adalah Agama (Islam).
Semua dugaan dan kekhawatiran itu bukanlah tanpa alasan. Fakta-fakta yang mengindikasikan itu sering terjadi, seperti banyak para tukang propaganda yang lantang anti radikalisme dan mengaku kami Pancasila itu terbukti di kemudian hari ternyata ia adalah koruptor, ada juga yang ternyata pendukung gerakan LGBT, dan para pendukung kejahatan lainnya.
Yang sangat aneh justru adalah kebijakan dan program deradikalisasi dari pemerintah sendiri yang dinilai overdosis dan tidak adil, sehingga memberantas radikalisme dengan cara-cara yang justru memantik radikalisme baru. Paham dan perilaku yang sudah jelas-jelas musuh ideologi negara dan menjadi sebab munculnya perlawanan radikal Islam tidak disikapi dan ditindak keras secara seimbang sebagsimana dalam menanggulangi radikalisme Islam.
Misalnya keresahan masyarakat atas merebaknya indikasi paham dan perilaku komunisme baru, paham liberal, prilaku freesex, penyebaran narkoba, hingga kebobrokan penegakan hukum dalam penanggulangan mega korupsi. Ada yang lebih mengkhawatirkan lagi bagi sebagian kalangan jika isu penanggulangan radikalisme itu pada akhirnya diperalat para Islamophobia yang kebetulan sedang berkuasa di berbagai bidang untuk menjegal dan menggagalkan berbagai kesempatan karir para profesional muslim yang taat dengan tuduhan dan fitnah terpapar radikalisme.
Kita tentu sangat berharap bahwa pemerintah mau mendengar keresahan masyarakat atas cara-cara penanganan radikalisme yang dinilai sudah overdosis itu dan memprioritaskan pemberantasan akar masalahnya yang diantaranya adalah kegagalan dalam penegakan hukum, ketidakadilan ekonomi, dan hilangnya keteladan kepemimpinan bangsa dalam mewujudkan kehidupan yang benar menurut Pancasila sebagai falsafah negara.
Jika tidak, sangat mungkin kehidupan berbangsa kita terus menerus dalam saling kecurigaan dan stigma-menstigma antar kelompok masyarakat. Bahkan pemerintah sendiri mungkin yang akan mendapat stigma masyarakat sebagai bagian dari pembuat masalah bukan memberi solusi atas masalah.
Dr. KH. Jeje Zaenudin
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (PERSIS)