Palestina: Antara Opini, Narasi dan Aksi Nyata

Ketiga, narasi diplomasi.
Ratusan resolusi majelis umum dan dewan keamanan PBB selalu dilanggar oleh Israel. Karena backingnya adalah AS. Selama lima dekade terakhir, 53 kali AS memveto keputusan PBB yang mengkritik Israel.
Keputusan ICC (Mahkamah Internasional) untuk menangkap penjahat perang Netanyahu pun tak digubris. Ini menjadi bukti kesekian kali bahwa jalan diplomasi hanya berakhir di atas kertas saja. No action. Karena Israel pekak, tuli, keras hati, hanya mengerti dengan bahasa perang saja.
Keempat, narasi solusi dua negara
Narasi ini ide dari negara Barat setelah PD dua, bukan yang diinginkan Israel. Karena Israel bercita-cita mewujudkan Israel Raya yang terbentang dari Sungai Nil hingga Sungai Eufrat. Narasi ini hakikatnya mengakui entitas penjajah. Seolah-olah Israel berdiri normal tanpa ada masalah. Simplifikasi masalah Palestina hanya pada masalah hudud (tapal batas). Bukan masalah wujud (eksistensi illegal Israel).
Muslim yang pro narasi ini terperangkap pada kerangka berpikir nasionalisme (arahan perjanjian Westphalia). Barat sengaja melakukan fragmentasi buatan di tubuh kaum muslim dengan konsep ini. Agar kaum muslim lemah tak bersatu, hanya ego memikirkan pragmatisme kepentingan nasional negeri masing-masing. Wajar saat Palestina berdarah, tak ada negeri muslim lain yang serius dan kontinyu pasang badan mengerahkan militernya untuk menolong. Yang didengar hanya kecaman dan diplomasi usang.
Aksi Nyata dalam Pandangan Akidah dan Syariat Islam
Umat membutuhkan narasi lain untuk solusi Palestina yang sesuai akar masalah dalam sudut pandang akidah dan syariat Islam. Yaitu penjajahan tanah muqaddas, ribath dan kharajiyah milik muslim oleh Israel dengan dukungan PBB dan negara-negara Barat (Inggris, Perancis, AS dan lainnya). Karena memandang masalah Palestina bukan hanya dari Thufanul al Aqsha, tapi sejak tahun 1917. Saat Menteri Luar Negeri Inggris (Arthur Balfour) menyerahkan Palestina sebagai kediaman Yahudi kepada Rothschild yang menjadikan Yahudi bermigrasi besar-besaran ke Palestina.
Secara yuridis (fiqih Islam), penjajahan tanah milik muslim wajib dilawan dengan jihad fiisabilillah. Sebagaimana termaktub dalam kalam Allah SWT surat al Baqarah ayat 190-194.
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ ١٩٠
“Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Baqarah ayat 190).
Jihad ini bukan hanya kewajiban muslim di Palestina saja. Tapi mencakup muslim di seluruh dunia sampai Palestina lepas dari penjajah Israel dan pendukungnya. Kaum muslim dengan landasan ukhuwah Islamiyah (borderless) harus menanggalkan nasionalisme untuk mewujudkan jihad ini. Rasulullah SAW bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam. (HR Muslim).
Kesatuan muslim dalam institusi kekuasan politik (negara) Islam secara historis mampu menjadikan Yahudi bertekuk lutut. Rasululah Saw (kepala negara Madinah), melakukan jihad mengusir dan memerangi Yahudi Bani Qainuqa, Nadhir dan Quraizhah yang berkhianat dan melanggar perjanjian negara. Umar bin Khattab (khalifah negara Madinah) melakukan jihad membebaskan Palestina dari cengkeraman Romawi pada tahun 637 masehi. Shalahuddin al Ayyubi di bawah kekuasaan khilafah Abbassiyyah pun berjihad membebaskan Palestina dari tentara salib pada 1187 masehi.
Dengan kasat mata hari ini muslim dapat melihat, Israel saat perang darat melawan Hamas (padahal aktor non-negara) saja kalah. Pun saat melawan Iran dalam perang udara, Israel kewalahan.
Logika cerdas, keniscayaan entitas Israel akan dilenyapkan jika melawan institusi kekuasaan dari persatuan seluruh kaum muslim di dunia yang memiliki potensi militer dan geopolitik strategis. Jelaslah muslim butuh aksi nyata dalam membebaskan Palestina yaitu jihad dan persatuan kaum muslim dalam institusi kekuasaan politik yang satu. Wallahu a’lam bish-shawab.[]
Desti Ritdamaya, Praktisi Pendidikan.