NUIM HIDAYAT

Para Pengkhianat Islam (1)

Pada 1926, bom waktu itu meledak Ketika Taha Hussain menerbitkan buku dengan judul yang menyesatkan, ‘Syair di Masa Sebelum Islam.’ Tujuan utama buku itu adalah melontarkan keraguan mengenai otentisitas Al-Qur’an dan Hadits, serta para ahli tafsir dan fuqaha yang terkemuka, dengan menyebut syair di masa sebelum Islam sebagai suatu metode linguistik untuk menafsirkan kitab suci. Ia menyebutkan bahwa telah terjadi pemalsuan besar-besaran,”sehingga dengan demikian, para ulama dapat membuktikan ‘kebenarannya’ sesuai dengan apa yang mereka kehendaki.”

“Tuhan telah memberi manusia akal pikiran yang gemar terhadap keraguan, kebimbangan dan kebingungan. Konsekuensinya dan merupakan hal yang paling penting adalah bahwa tidak ada yang lebih berharga daripada revolusi pemikiran.”

Dalam bukunya itu Taha Hussain tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melemparkan cemoohan kepada seluruh pemikirr, fuqaha dan ulama pada periode-periode awal Sejarah Islam, karena mereka dianggap ‘melakukan pengkhianatan terang-terangan’ dengan jalan memalsukan Al-Qur’an dan merekayasa Hadits.

Tidak cukup dengan itu semua, Taha Hussain menganggap bahwa Musa as tidak pernah hidup di dunia, sedangkan cerita-cerita dalam Al-Qur’an tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dianggapnya mitologi semata.

“Taurat memang menceritakan kisah Ibrahim dan Ismail, demikian pula Al-Quran. Tetapi penyebutan nama-nama mereka dalam Taurat dan Al-Qur’an tidak cukup kuat untuk membuktikan keberadaan mereka dalam lintasan sejarah. Apakah kisah kedatangan Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim ke Makkah dan menjadi nenek moyang bangsa Arab di daerah tersebut. Kita melihat bahwa dalam kisah tersebut terdapat sepenggal kisah fiksi untuk sekadar menunjukkan hubungan bani Israil dan Arab pada satu sisi dengan Islam dan Yahudi pada sisi yang lain,” tulisnya.

Buku Taha Hussain yang lain yang sangat berpengaruh semasa hidupnya adalah “The Future of Culture in Egypt”. Diterbitkan pada tahun 1938, buku tersebut mempunyai misi untuk memperkenalkan budaya Mesir sebagai bagian dari Eropa, serta membuat suatu rancangan program pendidikan umum berlandaskan kebudayaan tersebut.

Taha Hussain mengawaali tulisannya dengan pertanyaan sebagai berikut: “Apakah Mesir merupakan bagian dari dunia Timur atau dunia Barat? Kita dapat menguraikan pertanyaan itu sebagai berikut, ”Apakah orang Mesir lebih mudah memahami orang China atau orang Hindu daripada memahami orang Inggris atau orang Prancis? Inilah pertanyaan yang mesti kita jawab sebelum memikirkan akar kebudayaan kita.”

Selanjutnya Taha Hussain menyatakan, ”Tidak ada satupun kekuatan di dunia ini yang dapat mencegah bangsa Mesir dalam menikmati kehidupan persis seperti bangsa Eropa. Untuk dapat menjadi mitra sejajar dalam peradaban dengan orang-orang Eropa, kita bangsa Mesir harus meniru peradaban mereka sebagaimana adanya dan secara menyeluruh; dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam aspek yang disukai maupun tidak. Siapapun yang menyerukan langkah yang berlainan dengan cara ini, maka ia termasuk orang yang menyesatkan atau orang-orang yang tersesat.”

Di masa Presiden Jamal Abdul Nasser, Taha Hussain diangkat menjadi Menteri Pendidikan. Presiden Nasser mengikuti saran-saran Taha Hussain dengan sepenuh hati. Hingga pada 18 Juli 1961 ia mengeluarkan keputusan untuk menempatkan Universitas al Azhar langsung di bawah kendalinya.

Dalam rangka mengaplikasikan program yang disarankan Taha Hussain, Presiden Nasser menetapkan sekulerisasi Universitas Al-Azhar dengan mendirikan fakultas kedokteran, administasi bisnis, pertanian dan tehnik.

Sesuai dengan ketentuan baru tersebut, Jurusan Studi Islam seakan terasing dan terpinggirkan, serta tidak lagi menjadi prasyarat penting bagi kelulusan para mahasiswa.

Demikianlah dengan satu kali pukulan Presiden Nasser -atas saran dari Taha Hussain- menghancurkan salah satu Lembaga Pendidikan Islam yang paling penting di dunia.[]

Nuim Hidayat
Sumber: Maryam Jameelah, Para Pengkhianat Islam (terjemah), Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2008.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button