Pasang Surut Hubungan Ikhwanul Muslimin dan Arab Saudi
Taufik Yusuf menjelaskan, ia pernah dikirimi beberapa foto seminar tentang kesesatan Ikhwan di Universitas Islam Madinah oleh temannya yang belajar di sana. Seminar yang temanya hampir sama juga diadakan di universitas-universitas lain di Saudi, seperti di Al Imam Muhammad ibn Saud University di Riyadh dan lain-lain.
Sekitar tahun 1961, Abul A’la al Maududi diundang Kerajaan Saudi untuk menjelaskan proyek pendirian Universitas Islam Madinah. Maududi dikenal pemikirannya dekat dengan Ikhwan. Pada Desember 1961, tokoh Islam Pakistan ini menjelaskan kepada tokoh-tokoh dan ulama tentang pentingnya universitas. Ia bermusyarah dengan mereka, hingga kemudian disepakati kurikulum universitas itu. Syekh Maududi terpilih sebagai salah seorang majelis (pendiri) universitas itu.
Pemikiran Maududi dan Sayid Qutb adalah mirip. Qutb banyak mengambil pemikiran Maududi ketika menafsirkan tentang ayat-ayat jihad. Maududi merasa lehernya seperti tercekik pada hari Sayid Qutb dihukum mati oleh Gamal Abdul Nasser.
Namun sayangnya, menurut Taufik Yusuf, jika hari ini kita menanyakan kepada sebagian atau bahkan sebagian besar para penuntut ilmu di Universitas Islam Madinah, mereka dengan bersemangat mengatakan bahwa keduanya adalah sesat menyesatkan.
Diantara tokoh-tokoh Ikhwan dan gerakan Islam lain yang menjadi anggota dewan penasihat tertinggi pendirian Universitas Islam Madinah (UIM) adalah: Syekh Muhammad Mahmud as Shawwaf (Muraqib Am Ikhwan Irak), Syekh Ali Thanthawi, Syekh Abul Hasan an Nadawi. Ada juga Mufti Mesir Syekh Hasanain Makhluf dan Mufti Tunisia Imam Thahir Ibnu Asyur, serta tokoh-tokoh Salafi lain baik dari Saudi atau Suriah (Syekh Bajar al Baithar, Syekh Albani) dan Ustadz Mahmud Yunus dari Indonesia.
Salah satu tokoh Ikhwan Irak yang menduduki jabatan penting di Universitas Islam Madinah adalah Syekh Akram Dhiya al Umri. Ia menjabat sebagai Ketua Post Graduate Education dan Ketua Majelis Ilmi selama enam tahun dan tugas-tugas lainnya.
Ada juga tokoh Ikhwan Mesir seperti Syekh Muhammad Ali Jarisyah dan lain-lain yang mengajar di Fakultas Syariah UIM selama bertahun-tahun. Juga Syekh Manna’ Khalil Qathan yang menguji puluhan disertasi doktoral. Universitas Islam Madinah pada tahun 70-90 an didominasi tenaga pengajar non Saudi. Barulah kemudian setelah perang teluk kedua, dimulai Saudinisasi.
Di universitas Ummul Qura, ada Syekh Muhammad al Ghazali, Syekh Sayid Sabiq dan lain-lain. Di Universitas King Abdul Aziz Jeddah, ada Syekh Abdullah Nasih Ulwan dan Ustadz Muhammad Qutb (adik Sayid Qutb), Syekh Abdullah Azzam dan lain-lain. Termasuk Syekh Said Hawwa, Dr Munir al Ghadban (Muraqib Aam Ikhwan Suriah yang keenam), Syekh Muhamad Surur bin Nayif Zainul Abidin (yang kemudian dikenal sebagai pendiri Salafiyah Sururiyah), Syekh Fathi al Khauli dan lain-lain.
Banyaknya tokoh-tokoh Ikhwan yang mengajar dan menguasai lembaga-lembaga pendidikan di Saudi memberi pengaruh yang sangat besar bagi generasi Saudi yang menimba ilmu dekade 60 sampai 90-an. Bahkan kitab-kitab Sayid Qutb, Muhammad Qutb, Abdul Qadir Audah, Muhammad Surur dan tokoh-tokoh Ikhwan dicetak oleh Wizarah al Maarif atau Kementerian Pendidikan Saudi, menjadi kurikulum atau dibagi secara gratis ke dunia Islam yang lain. Dukungan yang kuat dari Penguasa Saudi terhadap Ikhwan sebelum Perang Teluk II menjadikan konflik Ikhwan-Wahabisme cenderung bisa diredam.
Pasca Arab Spring (2011), sekadar respek terhadap Ikhwan dianggap menjadi ancaman nasional yang bisa menyebabkan seseorang dipecat dari jabatannya sebagai dosen, PNS atau Imam dan Khatib masjid Saudi. Bahkan bisa mengantarkannya dalam gelapnya penjara. Dukungan Ikhwan terhadap demokratisasi di Timteng, mengkhawatirkan kerajaan Saudi.
Raja Faishal memang berjasa besar dalam pengembangan pemikiran Ikhwanul Muslimin di Arab dan dunia Islam lainnya. Raja Faishal pernah memberikan penghargaan ke tokoh-tokoh Islam, seperti Abul A’la Maududi dan Mohammad Natsir. Tahun 1967, Stasiun BBC mewawancarai Raja Faishal dan menanyakan padanya, ”Apa peristiwa yang ingin Anda lihat di kawasan Timur Tengah?” Dengan lugas, Raja Faishal menjawab, ”Yang paling utama dari semuanya adalah hilangnya negara Israel (dari muka bumi).”
Buku ini juga menjelaskan mengapa Hamas –yang lahir dari Ikhwan- bekerja sama dengan Iran melawan Israel, perebutan pengaruh Saudi dan Iran di kawasan Timteng, donasi Saudi yang besar terhadap mujahidin Afghanistan, di balik narasi Islam moderat Arab Saudi, masa depan Saudi dan Ikhwan dan lain-lain. Rujukan kitab-kitab berbahasa Arab, menjadi nilai tambah buku ini. Meski hanya 156 halaman, sayang bila buku ini anda lewatkan. Wallahu alimun hakim. []
Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah”