Pemerintah Tak akan Hapus Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP
Jakarta (SI Online) – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharief Hiariej, memastikan pemerintah tidak akan menghapus pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden serta lembaga dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Pasal ini merupakan salah satu yang menjadi kontroversi di tengah masyarakat. “Tidak akan kita hapus, tidak akan,” kata pria yang akrab disapa Eddy, dikutip Rabu (29/06/2022), seperti dilansir Okezone.com.
Eddy mengaku tidak mempermasalahkan jika banyak pihak yang memperdebatkan pasal ini. Ia meminta pihak yang menolak pasal ini untuk menggugatnya jika RKUHP nantinya sudah disahkan.
“Intinya kita begini ya. Tidak akan mungkin memuaskan semua pihak. Jadi, kalau tidak setuju ya pintu MK kan terbuka,” ujarnya.
Soal anggapan pasal ini sebagai bentuk sikap pemerintah yang anti terhadap kritik, Eddy menyebut hal itu salah kaprah.
“Itu orang yang sesat berpikir. Dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan,” klaim dia.
“Yang dilarang itu penghinaan loh, bukan kritik. Dibaca enggak? Kalau mengkritik tidak boleh dipidana, kan ada di pasalnya. Jadi apalagi? Jadi yang mengatakan penghinaan sama dengan kritik itu mereka yang sesat pikir, yang tidak membaca,” katanya.
Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait penghinaan terhadap presiden/wapres diatur dalam BAB II Pasal 217—219. Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri presiden/wapres yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Pasal 218 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden/wapres dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Ayat (2) menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Selanjutnya, Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden/wapres dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
red: a.syakira