FOKUS MUSLIMAH

Pendidikan Seksual yang Islami

Sebagian pihak menganggap “penyediaan alat kontrasepsi” tidak diperlukan bagi usia sekolah dan remaja, sebab pada usia tersebut bukan usia menikah (di bawah 19 tahun, UU No. 16 Tahun 2019).

Jika remaja dipahamkan bahwa kebutuhan seksual adalah kebutuhan biologis (sebagaimana makan dan minum) yang boleh dipenuhi asalkan menggunakan metode hubungan seks yang aman (safe sex), tanpa memerhatikan syari’at dapat membuat pelaku merasa lebih aman melakukan zina (aktivitas seksual di luar ikatan pernikahan/pre-marital sex). Jika pelaku merasa aman saat melakukan zina karena minimnya risiko kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) dan tertular penyakit seksual (STID), dikhawatirkan akan meningkatkan angka pemuda yang melakukan hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan.

Pendidikan Seksual Islami

Pembahasan terkait seksual bukan perkara yang asing dalam syariat, bahkan telah lama dibahas oleh para ulama.

Berbeda halnya dengan pendidikan seksual di negara-negara sekuler yang hanya menitik beratkan pada perilaku seks yang aman dan sehat (safe sex) namun tidak mengajari untuk menjauhi seks bebas (zina). Dalam pendidikan seksual Islam akan senantiasa dikaitkan dengan keimanan dan kepatuhan pada hukum syara’ sebagai pedoman kehidupan.

Seperti ditulis Syarifah Gustiawati Mukri dalam artikel di jurnal “Mizan” berjudul “Pendidikan Seks Usia Dini dalam Perspektif Hukum Islam”, metode dan strategi Pendidikan seksual sejak dini antara lain menanamkan rasa malu pada anak, menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan feminitas pada anak perempuan, memisahkan tempat tidur mereka ketika usia 7-10 tahun, mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam tiga waktu), membekali pendidikan seks dan fiqh pada anak dalam mendidik menjaga kebersihan alat kelamin, mengenalkan mahramnya, mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata, mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilat, mendidik anak agar tidak melakukan khalwat, mendidik etika berhias, mengenalkan anak tentang ihtilam dan haid.

Tentunya pendidikan seksual dapat disesuaikan seiring perkembangan usia anak menjadi remaja dan dewasa.

Pencegahan kasus pelecehan dan kekerasan seksual tidak cukup jika hanya dibebankan pada individu seperti pendidikan seksual.

Hal ini diperlukan upaya preventif dan kuratif seperti sistem pendidikan yang mencetak generasi berkepribadian Islam, penjagaan sistem sosial dan pergaulan agar sesuai dengan Islam, dan pelaksanaan hukum yang tegas yang hanya dapat dilaksanakan oleh institusi negara. Wallahu a’lam bishshawab.

Faizah, Aktivis Dakwah di Malang, Jatim.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button