Pendidikan Tinggi Disebut Kebutuhan Tersier, Orang Miskin Dilarang Kuliah?
Padahal, pendidikan adalah kebutuhan setiap individu yang mana negara wajib menenuhinya. Kebutuhan primer manusia tidak sebatas pada pemenuhan sandang, pangan, dan papan saja. Akan tetapi, kesehatan dan pendidikan juga termasuk kebutuhan primer yang menjadi kewajiban negara dalam menjamin pemenuhannya.
Pandangan Islam
Meluruskan paradigma pendidikan sangatlah penting. Sebab, dari sanalah kerangka berpikir itu lahir. Tatkala paradigma ini salah, maka berakibat pada kesalahan merencanakan program pendidikan. Begitu pula dengan tujuan pendidikan.
Merumuskan tujuan pendidikan akan menjadi peta jalan apa dan mau dibawa kemana pendidikan kita. Ketika pendidikan kita berasas kapitalisme, maka kerangka yang lahir dari ideologi ini adalah bagaimana menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang menguntungkan dan memiliki nilai manfaat lebih.
Saat rumusan tujuan pendidikan menyandarkannya pada basis sekulerisme, maka kurikulum yang dibuat juga akan mengacu pada akidah sekuler. Dalam sekularisme, agama tidak diberi ruang untuk terlibat jauh dalam kehidupan manusia, tidak terkecuali bidang pendidikan. Kalaupun ruang itu diberi, hanya sebagai pelengkap saja. Agama hanya diajarkan sebatas ibadah ritual semata.
Oleh karena itu, apabila ingin memermak total wajah pendidikan hari ini, maka itu bergantung pada perubahan paradigma dan tujuan pendidikan itu sendiri. Jika paradigma pendidikan dilandasi pemikiran kapitalis, maka pendidikan tidak ubahnya lembaga bisnis untuk mengejar profit.
Jika tujuan pendidikan hanya berkutat pada mencetak SDM siap kerja, maka kita tidak sedang menyiapkan generasi pembangun peradaban tapi hanya generasi ‘buruh’ yang siap bekerja memenuhi pasar industri kapitalis. Karena itu, perlu ada revolusi pendidikan secara sistemik. Bukan sekadar permak atau perbaikan yang belum menyentuh akar masalah
Dalam pandangan Islam, negara adalah penyelenggara pendidikan dari jenjang dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Di masa peradaban Islam, para penguasa muslim kala itu memberikan perhatian penuh terhadap pendidikan. Dari sini lahirlah ilmuwan, cendekiawan, sastrawan, dokter, tenaga kesehatan, guru, pengajar, dan sebagainya mumpuni di bidangnya.
Bahkan, untuk menghargai karya para ilmuwan, negara memberikan upah seberat karya atau buku yang diitulis oleh ilmuwan tersebut. Penghargaan setinggi-tingginya diberikan negara dalam menghargai sebuah ilmu.
Tidak hanya kemajuan ilmunya, peradaban Islam juga melahirkan banyak sekolah, perguruan tinggi, dan perpustakaan yang masyhur pada masanya. Bahkan, di antaranya masih eksis hingga sekarang. Sebut saja Universitas Qarawiyyin di Maroko sebagai perguruan tertinggi dan tertua yang menawarkan gelar kesarjanaan.
Ada juga Universitas Al Azhar di Mesir yang sudah banyak meluluskan ulama dan cendekiawan hebat. Terdapat pula perpustakaan Cordoba di Andalusia (sekarang Spanyol) yang dirintis oleh Khalifah Al Hakam II, pemimpin Daulah Umayyah II sejak 961 M. Ribuan buku diproduksi setiap tahun di Cordoba sehingga Cordoba menjadi pusat buku dan ilmu pengetahuan pada masa kejayaan Islam.
Apa rahasia sukses peradaban Islam sebagai peradaban ilmu dan sumber daya manusia yang unggul kala itu?
Semua itu bermula dari tujuan pendidikan Islam. Pendidikan dalam Islam merupakan upaya sadar dan terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi. Asasnya akidah Islam. Asas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.