NUIM HIDAYAT

Pendobrak Berhala (2)

Di waktu itu Islam tidak mempunyai kemampuan untuk memaksa Masyarakat-masyarakat itu bertindak menyalahi kebiasaan internasional. Jadi kalau sekiranya Islam membatalkan sistem perbudakan, tentulah hal ini hanya akan terbatas pada tawanan-tawanan perang orang yang bukan Islam yang ditawan oleh pasukan Islam.

Sedangkan para tawanan yang berasal dari kaum Muslimin akan tetap mengalami Nasib buruk karena perbudakan yang tetap berlaku di fihak sana. Keadaan ini akan menjadikan bahwa orang-orang yang bukan Islam merasa lebih bersemangat untuk menawan kaum Muslimin.

Untuk keadaaan sistem kemasyarakatan yang ada di waktu itu Al-Qur’an tidak pernah mengeluarkan teks untuk memperbudak tawanan perang. Al Quran hanya berkata,”

فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ۚ ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ ۗ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ

Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. (QS Muhammad 4)

Demikian pula Al-Qur’an tidak menjelaskan agar tawanan perang itu jangan diperbudak. Dengan demikian maka suatu negara yang Islam diberi kebebasan untuk mengambil sikap terhadap tawanan perang yang jatuh ke tangannya, sesuai dengan kepentingannya, dan perlakuan musuh-musuhnya terhadapnya. Ia boleh menebus tawanan perang kalau disetujui kedua belah pihak. Boleh pula dipertukarkan, dan boleh pula dijadikan budak terhadap fihak yang memperbudak kaum Muslimin.

Dengan begitu maka tidak akan terjadi bahwa tawanan perang dari fihak kaum Muslimin saja yang menjadi budak sedangkan tawanan perang dari fihak musuh menjadi orang-orang Merdeka bebas. Hal ini berlangsung terus sampai dapat kesempatan bahwa masalah ini dapat diatur dengan persetujuan Bersama.

Maka dengan mengeringkan sumber perbudakan seluruhnya, selain dari sumber yang berasal dari peperangan ini yang sebetulnya Islam tidak ikut menentukannya, maka dengan demikian jumlah budak akan berkurang.

Jumlah budak yang telah sedikit inipun diusahakan Islam untuk memerdekakannya hanya dengan kalau budak itu telah menjadi anggota umat Islam, dan memutuskan hubungannya dengan orang-orang kafir yang memerangi Islam.

Dalam Islam terdapat hak budak untuk memperoleh bagian yang jelas dalam upeti perang (jizyah), yang dibayarkan untuk uang tebusan baginya yang dapat dipergunakannya untuk membeli kemerdekaannya dari tuannya.

Dan mulai dari saat itu, budak itu Kembali memperoleh kebebasan bekerjanya, kebebasan berusaha dan memiliki harta benda. Upah yang diperolehnya dari pekerjaannya menjadi hak miliknya. Ia boleh bekerja selain dari mengerjakan kepentingan tuannya, agar ia memperoleh uang untuk menebus kemerdekaannya. Lalu ia mendapat bagian dari perbendaharaan negara, yaitu dari zakat. Di samping semuanya itu, kaum Muslimin berkewajiban untuk membantu budak itu dengan harta agar ia dapat memperoleh kemerdekaannya Kembali.

Hal ini di samping hukuman beberapa perbuatan dosa yang harus ditebus dengan memerdekakan budak, seperti membunuh orang secara tidak sengaja, perbuatan melakukan zhihar terhadap istri dan lain sebagainya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button