Pendulum Terorisme Kembali Berayun, Ada Apa?
Kedua, penguatan moderasi agama. Pendulum terorisme yang kembali berayun menjadi alasan kuat untuk mengaruskan program moderasi agama sebagai obat mujarab deradikalisasi. Program moderasi agama memang ditujukan untuk menangkal radikalisme yang menjadi benih terorisme.
Ketiga, gejala Islamofobia. Sejak pengarusan War On Terorism pasca peristiwa 9/11, umat Islam selalu menjadi sasaran dan target Islamofobia. Narasi perang melawan terorisme yang diinisiasi AS tak lain adalah untuk memerangi Islam. Jurnalis Australia, John Pliger pernah mengatakan, “Korban terbesar terorisme adalah umat Islam. Hakikatnya, tak ada perang melawan terorisme. Yang ada adalah perang menggunakan alasan terorisme.”
Adakah kelompok atau agama lain yang melakukan tindakan teror disebut teroris? Label “teroris” hanya berlaku jika pelakunya adalah umat Islam. Kelompok KKB di Papua misalnya, tak pernah (secara konsisten, red) disebut teroris.
Setelah gagal menjauhkan umat dengan WOT-nya, Barat pun menggantinya dengan narasi lain, yaitu radikalisme. Tujuannya sama, untuk mendiskreditkan Islam dan ajarannya. Barat menjadikan radikalisme sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang berbahaya.
Barat berupaya memecahbelah umat dengan politik adu domba. Rand Corporation mengklasifikasi umat menjadi empat bagian: (1) kaum fundamentalis; (2) kaum tradisionalis; (3) kaum modernis; (4) kaum sekularis. Hal ini tertuang pada laporan berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies yang ditulis oleh Cheryl Benard pada tahun 2003.
Dari sinilah sematan “radikal” mudah terlabeli kepada kelompok Islam yang menuntut penegakan syariat Islam, kritis terhadap kezaliman, tegas dalam amar makruf nahi mungkar, dan tidak berkompromi terhadap paham-paham Barat seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, dan derivatnya.
Umat Bersatu
Dalam menghadapi isu terorisme, umat mestinya tidak bersikap polos dan lengah. Isu ini seringkali dipakai untuk menstigma dan menyudutkan Islam. Andai kata tuduhan terhadap para ulama itu benar terlibat pendanaan terorisme, mengapa baru sekarang diungkap dan ditangkap? Bukankah Densus 88 sangat cepat mendeteksi tindak pidana terorisme?
Jika merujuk definisi terorisme dalam UU No. 5 Tahun 2018, apakah ulama-ulama yang ditangkap itu masuk dalam klausul tersebut? Mengingat, ceramah mereka selama ini lurus dan tidak ada indikasi definisi terorisme sebagaimana dalam UU tersebut. Mereka dikenal sebagai ulama yang cukup lantang dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar.
Islam tidak membenarkan aksi terorisme dalam bentuk apapun. Namun, juga tidak boleh terjebak dengan narasi terorisme atau radikalisme yang diusung Barat. Jangan takut mendakwahkan Islam. Jangan pula berkecil hati melihat segala upaya yang dilakukan musuh Islam untuk merusak citra Islam.