Penembakan Kantor MUI Bentuk Islamofobia, Kiai Muhyiddin: Usut Tuntas Secara Transparan
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi mengatakan bahwa penembakan di Kantor MUI adalah bagian dari gerakan Islamofobia (kebencian terhadap Islam).
“Penembakan orang tak dikenal yang membawa KTP wilayah Lampung di Kantor MUI pusat Selasa (2/5/2023) adalah bentuk baru dari gerakan Islamofobia nasional yang bertujuan adalah menciptakan teror, ketakutan, kedengkian, antipati, permusuhan dan pembunuhan karakter terhadap Islam dan umatnya,” jelas Kiai Muhyiddin dalam keterangan tertulisnya kepada Suara Islam, Rabu (3/5/2023).
Oleh karena itu, Kiai Muhyiddin mengajak semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan.
“Kita senantiasa harus waspada dan berjaga jaga tentang kemungkinan terulangnya kejadian yang membahayakan nyawa para tokoh dan ulama serta masyarakat,” pesannya.
Menurutnya, pengakuan sepihak teroris yang mengaku seorang Nabi sangat tak masuk akal dan terbantahkan dengan sendirinya karena prilaku orang saleh anti kekerasan, kegaduhan dan selalu mengedepankan perdamaian.
“Sesungguhnya tujuan utama penembakan tersebut multitafsir dimana kemungkinan besar ditujukan untuk mengalihkan publik opini dari krisis multidimensi yang melanda bangsa ini akibat kezaliman yang dilakukan oleh rezim saat ini,” ujar Kiai Muhyiddin.
Ia mengatakan, rakyat sudah semakin sadar dan punya akses luas terhadap pemberitaan massif tentang kesalahan tata kelola negara dan ancaman besar kemungkinan terjadi sosial konflik horizontal di masa depan.
“Apalagi tahun 2024 adalah tahun politik nasional dimana pertarungan di kalangan para peserta yang terlibat semakin keras dan diduga sarat dengan kecurangan, manipulasi, rekayasa dan tekanan. Money politik, political abuse, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan sulit dihindari,” jelas Kiai Muhyiddin.
Ketua Pembina Jalinan Alumni Timur Tengah (JATTI) itu meminta aparat kepolisian untuk bisa mengusut tuntas kasus tersebut.
“Apapun motifnya, kepada para penegak hukum seharusnya mengusut tuntas secara tranparan dan akuntable tentang pelaku penyerangan agar dapat diketahui publik luas,” tegasnya.
Mantan Wakil Ketua Umum MUI itu menjelaskan, secara teori pelaku penyerangan yang profesional bisa dengan mudah naik ke lantai empat ruangan rapat para pimpinan harian MUI yang mengadakan rapat mingguan.
“Bahkan dengan ia juga bisa beralasan untuk ke Kantor LPPOM dan sebagainya. Tapi pelaku ternyata sangat tak profesional dan penuh dengan misteri. Seakan ia memang diskenariokan seperti itu oleh atasannya,” jelasnya.