Penentangan Abu Lahab dan Abu Jahal terhadap Rasulullah Saw
Abu Thalib adalah pribadi yag tiada duanya. Dia mampu menyatukan Bani Hasyim dan Bani Muththalib, mengajak mereka menjadi benteng yang kokoh guna melindungi Rasulullah Saw dari ganasnya siksaan dan penganiayaan kaum musyrikin.
Akan tetapi, setelah meninggalnya Abu Thalib, maka benteng yang kokoh, yang sengaja dibuat untuk melindungi Muhammad itu pun hancur.
Dengan hancurnya tembok penghalang itu, maka Rasulullah Saw menjadi vis a vis dengan kaum kafir Quraisy. Dengan demikian, kaum kafir Quraisy dapat melakukan berbagai bentuk penganiayaan terhadap Rasulullah Saw. Dua di antara orang Qurays yang kuat sekali penentangannya terhadap Rasul Saw adalah Abu Lahab beserta istrinya dan Abu Jahal.
Abu Lahab –paman Rasulullah Saw—dan istrinya Ummu Jamil binti Harb bin Ummayah adalah di antara orang-orang yang paling keras penganiayaannya terhadap Rasulullah Saw.
Ummu Jamil senantiasa membawa duri yang biasa disebar di jalan yang biasa dilewati Rasulullah Saw. Bahkan dia rela menjual kalungnya yang sangat berharga untuk biaya penganiayaan terhadap Rasulullah Saw. Kemudian turunlah firman Allah Swt sehubungan dengan dia dan suaminya:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berguna kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)
Setelah Ummu Jamil mendengar ayat Alquran yang turun tentang dirinya dan suaminya, maka dia mendatangi Rasulullah Saw yang sedang duduk di masjid di sisi Ka’bah dengan ditemani Abu Bakar ash-Shiddiq. Di tangan Ummu Jamil ada batu sebesar genggaman tangan.
Setelah Ummu Jamil berada di hadapan keduanya, maka Allah Swt menutup pandangannya kepada Rasulullah Saw, sehingga dia tidak melihat siapa-siapa selain Abu Bakar.
Dia berkata, “Wahai Abu Bakar, mana temanmu. Telah sampai kepadaku bahwa temanmu itu telah mengejekku dengan syairnya! Demi Allah, kalau aku menemukannya, pasti aku pukul mulutnya dengn batu ini.” Kemudian dia pun pergi.
Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa kamu tidak terlihat olehnya, padahal aku melihatmu?”. Rasulullah Saw berkata, “Sebab dia tidak melihatku adalah karena Allah menutup pandangannya terhadapku.”
Sementara itu, Abu Jahal bin Hisyam bertemu dengan Rasulullah Saw. Kepada Rasulullah Saw, Abu Jahal berkata, “Demi Allah, wahai Muhammad, berhentilah dari mencaci-maki tuhan-tuhan kami, jika tidak, maka kami pun akan mencaci maki Tuhanmu yang kamu sembah!” Sehubungan dengan hal ini Allah Swt berfirman:
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am: 108)
Sejak itu Rasulullah Saw berhenti dari memaki sembahan-sembahan mereka, dan beliau mulai menyeru mereka kepada Allah Swt. Ketika turun firman Allah:
“Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqum.” (QS. Al-Waqiah: 51-52)
Abu Jahal berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, apakah kalian tahu pohon zaqqum, yang dengan pohon zaqum ini Muhammad menakut-nakuti kalian?”. “Tidak!” jawab mereka. Abu Jahal berkata, “”(pohon zaqum itu adalah) Ajwah Yastrib yang diolesi keju, demi Allah, jika kami kelak benar-benar menyentuhnya, maka sungguh kami akan menelannya.” Maka turunlah firman Allah Swt:
“Sesungguhnya pohon zaqqum itu (adalah) makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas.” (QS. Ad-Dukhan: 43-46)
Artinya pohon zaqqum itu tidak seperti yang dikatakan oleh orang durjana itu, tetapi ia merupakan sesuatu yang lain.
Shodiq Ramadhan