SUARA PEMBACA

Penerimaan Pajak Naik kok Bangga?

Pajak yang katanya manfaatnya kembali kepada rakyat, faktanya tidaklah demikian. Pembangunan belum juga merata. Akses kesehatan, pendidikan, transportasi, dan pelayanan publik lainnya pun masih saja mahal dan susah diakses oleh rakyat. Hanya orang-orang berduit yang mampu mengaksesnya dengan mudah dan berkualitas.

Di sisi lain, negara jor-joran menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada para pemilik modal. Alih-alih hasilnya dinikmati sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hasilnya yang melimpah justru hanya dinikmati oleh para oligark. Sementara, rakyatlah yang menanggung bencana karena kerusakan lingkungan akibat eksploitasi alam yang dilakukan oleh oligarki kapital.

Jelas, besarnya pungutan pajak atas rakyat merupakan bentuk kezaliman. Membuktikan bahwa negara gagal berperan sebagai pengurus dan penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator dalam menentukan tata kelola negara. Inilah buah dari penguasa yang berkhidmat pada sistem kapitalisme. Selama sistem ini terus diemban, penguasa akan terus kehilangan perannya sebagai pengurus urusan rakyat.

Negara sebaga pengurus dan perisai bagi rakyat niscaya akan terwujud andai sistem Islam diterapkan secara komprehensif dalam segala aspek kehidupan. Sebab, paradigma Islam memandang bahwa pemimpin adalah pengurus dan perisai bagi rakyat, sebagaimana sabda Baginda Nabi Muhammad Saw, “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sebagai pengurus dan perisai bagi rakyat, menjadi kewajiban negara untuk mengatur seluruh urusan rakyat dengan sistem Islam yang paripurna, termasuk dalam bidang ekonomi. Sistem ekonomi Islam ini jelas berbeda dengan sistem ekonomi neoliberal ala kapitalisme.

Sistem ekonomi Islam dibangun di atas fondasi akidah Islam. Sistem ini diselenggarakan semata-mata dalam rangka ketakwaan kepada Allah SWT. Alhasil, negara wajib menyelenggarakan sistem ekonomi yang bertujuan semata-mata demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, bukan demi kepentingan segelintir golongan.

Dalam bidang ekonomi, Islam mengatur tentang distribusi kekayaan dan kepemilikan dengan jelas dan tegas. Sumber daya alam yang jumlahnya tidak terbatas merupakan milik rakyat, sedangkan negara wajib menjaga dan mengelolanya semata-mata demi kepentingan rakyat. Maka haram bagi penguasa menyerahkan hak pengelolaannya kepada siapa pun, baik individu maupun kelompok.

Penerapan sistem ekonomi Islam niscaya juga akan melarang dan menghapus segala transaksi riba, termasuk jenis utang negara yang berbasis riba. Sehingga negara tidak mengambil utang riba sebagai solusi masalah keuangan negara, apalagi kepada asing. Sebab, utang negara berbasis riba ini tidak hanya membuka peluang dosa bagi penguasa, tetapi juga membuka pintu dominasi dan hegemoni kafir penjajah atas negeri ini.

Mahabenar Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. An-Nisa [4]: 141).

Andai suatu ketika negara berada dalam kondisi keuangan yang sulit, karena pemasukan negara defisit. Maka negara tidak serta-merta menarik pajak sebagai solusi. Negara harus terlebih dulu melakukan penataan dan pemetaan. Mana pengeluaran yang lebih penting dan menjadi prioritas rakyat, serta mana pengeluaran yang belum penting dilakukan.

Andai negara masih mengalami defisit keuangan maka negara harus memaksimalkan potensi rakyatnya. Negara akan memotivasi semangat berkorban rakyat. Misal, melalui mekanisme pendanaan dengan berutang kepada rakyat yang hartawan.

Andai berbagai upaya yang dilakukan belum mampu mengatasi masalah kekosongan kas negara, maka negara akan memberlakukan pajak. Pajak ini pun jauh berbeda dengan pajak dalam kacamata kapitalisme. Sebab, dalam paradigma Islam, pajak hanya dikenakan kepada kaum Muslim yang kaya saja. Jadi, tidak dikenakan kepada seluruh rakyat seperti saat ini.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button