OPINI

Penetapan Tom Lembong Sarat Kepentingan Politik

Alasan Kejagung terkesan mengaburkan permasalahan sebenarnya, serta memutarbalikkan fakta.

Memang benar yang boleh impor gula kristal putih adalah perusahaan BUMN. Tetapi tidak relevan untuk kasus Tom Lembong. Karena izin impor yang diberikan Tom Lembong kepada perusahaan swasta yang sudah mempunyai izin impor gula (IP Gula atau API-P) adalah gula kristal mentah, yaitu bahan baku hilirisasi untuk diproses menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal Putih. Hal ini sah menurut peraturan ketentuan impor gula yang berlaku ketika itu. Artinya, Tom Lembong tidak melanggar aturan.

Kemudian, Tom Lembong dituduh atas kasus pemberian izin impor gula yang terjadi tahun 2015. Kasus ini sebetulnya sangat sederhana, dan mudah dibuktikan. Karena semua dokumen pemberian izin impor tersimpan di kementerian perdagangan. Hanya dengan melakukan audit internal saja, semuanya akan terbuka.

Anehnya, Kejagung memerlukan waktu hampir 10 tahun untuk bisa menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka. Kenapa begitu lama untuk kasus yang sangat sederhana ini?

Alasan penetapan tersangka kepada Tom Lembong juga terkesan mengada-ada dan tidak masuk akal.

Sejauh ini Kejagung tidak menemukan aliran dana fee kepada Tom Lembong. Masih dicari terus. Yang penting menetapkan tersangka dulu. Bukti belakangan?

Baca: https://nasional.kompas.com/read/2024/10/30/17044941/kejagung-belum-bisa-pastikan-ada-fee-mengalir-ke-tom-lembong-dalam-kasus

Tanpa (dua alat) bukti yang sah, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Tom Lembong tidak sah secara hukum. Oleh karena itu, atas nama keadilan dan hukum, Tom Lembong harus segera dibebaskan.

Hal ini menguatkan dugaan bahwa penetapan status tersangka kepada Tom Lembong didominasi intrik politik, bukan untuk keadilan.

Yang lebih hebat lagi, ada mobilisasi publikasi secara sistematis untuk menghakimi Tom Lembong seakan-akan sudah bersalah, mengabaikan asas praduga tidak bersalah. Nampaknya ada kesengajaan grand design pembunuhan karakter kepada Tom Lembong? []

Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button